Akhir-akhir ini banyak berita kriminal yang di
beritakan oleh berbagai media tentang pelecehan seksual, tak hanya orang-orang
dewasa saja, bahkan anak remaja dan anak dibawah umur telah banyak yang terkait
kasus pelecehan sosial itu. diantara penyebabnya begitu mudahnya video dan
gambar porno didapatkan. kemudahan teknologi saat ini banyak disalah gunakan
oleh para remaja, akses internet bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. tak
hanya melalui laptop, sekarang aplikasi Hp sudah semakin canggih dilengkapi dengan
koneksi internet, bluetooth, kamera dll, sehingga video dan gambar porno dengan
mudah diakses. selanjutnya bagaimana syariah islam menyikapi itu semua ?
Islam
menghendaki prilaku manusia terpuji demi pencapaian kebahagiaan menyeluruh, di
dunia dan di akhirat menurut pandangan
Tuhan. Karena itu, Tuhanlah yang Maha
Menentukan baik dan buruknya suatu
prilaku, di samping peran akal sehat, dalam hal ini sungguh sangat aktif.
Perbuatan manusia adalah kreasi manusia itu sendiri dengan memanfaatkan servis awal
dari Tuhan. Kreasi itu tegasnya lahir dari kekuatan alami (pemberian Tuhan)
yang dikembangkan oleh manusia sebagai eksploiter.
Oleh
karena itu, dalam memandang kreasi manusia, kalangan ilmuwan terbelah menjadi
dua madzhab. Madzhab pertama,
berpendapat bahwa segala kreasi manusia (meliputi aksi dan seni) adalah murni
sebagai hak asasinya yang bebas nilai, sehingga seseorang bebas melakukan
perannya tanpa ada pengaturan mengikat
dan tentu saja sepanjang tidak
mengganggu hak orang lain. Madzhab ini biasa disebut dengan liberalis yang disukai oleh kaum bebas nilai
dari kalangan ilmuwan, budayawan, seniman muda yang kurang mempertimbangkan
efek moral. Madzhab kedua, memandang
kreasi manusia sebagai hal yang tidak bebas dan mesti didialogkan dengan nilai, baik agama, susila,
etika dan norma-norma lain. Madzhab ini lazim disebut dengan moralis
yang biasanya dianut oleh kalangan agamawan dan penjunjung tinggi nilai
moral. Dua pandangan ini berfungsi kiranya sebagai frame pemikiran dan
pandangan dasar tentang pornografi dalam konteknya sebagai obyek kajian.
Porno,
umumnya dikonotasikan sebagai negatif menyangkut segala sesuatu yang berhubungan
dengan seksual-biologis yang merangsang birahi
seseorang. Porno ada dalam berbagai bentuk meliputi ucapan (Pornoorasi),
tindakan (Pornoaksi), gambar (Pornografi) dan lain-lain.
Ekspresi
seksual-biologis tidak secara otomatis mesti berkonotasi negatif. Karena itu,
untuk disebut “porno” (negatif) sangat terkait dengan situasi dan kondisi.
Porno sangat berkaitan dengan ruang dan waktu untuk selanjutnya diberi nilai
atau hukum buatnya. Seseorang telanjang bulat di kamar tidurnya sendiri yang
tertutup atau telanjang karena keterpaksaan semisal untuk kepentingan medis,
persalinan dll. tidaklah sama dengan telanjang yang dilakukan cewek ABG. dan
anak pra sekolah di tempat terbuka.
Syari’ah
dalam hal ini menempatkan Pornoaksi sebagai yang paling disorot dalam hukum,
sehingga label untuk Pornoaksi ini lebih devinitif karena wujud negatifnya
nyata. Hukum haram dalam Pornoaksi ini mengena secara keseluruhan, baik atas
diri pelaku dan penikmat.
Sedangkan
dalam Pornografi (foto bugil misalnya) beberapa sisi patut disorot, Saat
pengambilan gambar, jika dilakukan sendiri atau mahramnya (suami/istri) di
ruang tertutup, maka tidak ada indikasi keharaman. Akan tetapi bila hal itu
dilakukan oleh orang lain (ajnabi), maka mutlak dilarang. Gambar
porno tidaklah menjadi obyek Hukum, sebab gambar bukan mukallaf dan Hukum tidak
bisa dikaitkan dengan pelaku dalam gambar tersebut. Pemirsa gambar itu juga
tidak dikenai Hukum, karena ia tidak melihat “Bodi Manusia”. hal yang dilarang
dalam hukum eksoteris hanyalah antara manusia dan manusia, sedangkan gambar
(dalam kertas, film, kaca) jelas bukan manusia yang pada hakekatnya tidak bisa
dinikmati secara seksual-biologis.
Menyorot
dampak Pornografi, yang dikedepankan adalah teori sadd al-dzari’ah,
yakni tindakan dini guna mencegah hal negatif yang bakal timbul dari suatu perbuatan yang secara lahiriah diperbolehkan. bila
dampaknya posistif (pasti) negatif, maka perbuatan itu dilarang karena dianggap
sebagai perbuatan pengantar atas perbuatan negatif dan hukumnyapun negatif. bila
dampaknya positif tidak negatif, maka boleh hukumnya dan bila dampak itu tak
menentu, hukumnya cenderung dilarang.
Kaum
esoteris dan pemuja etika memandang perbuatan manusia tidak terpaku pada Hukum Fiqih. “ Fiqih bukanlah hukum satu-satunya yang
berbicara atas nama agama. Di atas fiqih terdapat aturan-aturan yang sangat
santun dan hati-hati menyikapi hal negatif jauh sebelum realistisnya.
Syari’ah (sebagai hukum Islam secara keseluruhan) bergerak
pada semua sisi kehidupan manusia, tidak terpaku pada hukum halal-haram saja,
melainkan merambah pada dataran nilai, nilai (value) tertinggi dan Tuhan memandang manusia
dari sisi amalnya yang terbaik (ayyukum
ahsanu ‘amala).
Meski dalam pornografi bisa dilihat dari
sudut seni, akan tetapi seni itu sendiri adalah
kreasi manusia yang tidak bisa lepas dari ikatan-ikatan norma sebagai
mana layaknya kreasi manusia yang lain. Jadi
seni bukanlah “Tuhan” yang bebas
berbuat, bukan pula penguasa buta yang semena-mena dan menafikan segala norma
yang ada.
Pornografi
pada awal kalinya bisa diposisikan sebagai sesuatu yang kosong tanpa ada hukum yang Me-lebel-i.
Baru ada hukum setelah ia terkait dengan kegunaan dan pemanfaatan manusia. Bagi
keluarga yang tidak menemukan kebahagiaan biologis sehingga mengancam kesakinahan
rumah tangga, pornografi mungkin dapat dijadikan sarana menggairahkan hubungan
seksual antar suami-istri demi keharmonisan keluarga, apalagi bila dokter ahli
menganjurkan hal demikian. Akan tetapi bila pornografi hanyalah sebuah kerja
hedonis atau memburu kenikmatan nafsu yang pada umumnya berakibat negatif, maka
pornografi jelas sebagai pengantar suatu perbuatan negatif, dan itu dilarang. waallahu
a’lam bisshawab. dimuat dihttp://bata-bata.net/pornografi-dalam-sketsa-syariah-islam/
* Penulis adalah Alumni
Bata-Bata, saat ini menempuh kuliah di Ma'had Aly Hasym Asy'ari, dan UNHASY,
Jombang
0 komentar:
Posting Komentar