Kita sudah sering disuguhi berita di
berbagai media, media cetak, televisi dan media online tentang perilaku
amoral yang dilakukan oleh para remaja dan juga orang dewasa. Prilaku
yang menyimpang dari Hukum Agama maupun Hukum Adat bahkan sudah
tergolong kriminal, seperti narkotika (narkoba), minuman keras (termasuk
oplosan), judi, free sex, tawuran dengan menggunakan senjata tajam dan
berbagai macam kasus lainnya.
Membicarakan diri para remaja sungguh
unik se unik membicarakan diri manusia itu. Para remaja yang mempunyai
ego tinggi tentang eksistensi diri biasanya lebih suka bersikap anti
konformitas (mukhalafah) agar cepat diperhatikan segala sesuatu yang
sebenarnya ada pada dirinya. dalam hal ini remaja sering berulah-salah,
sehingga cap negatif pada dirinya bertubi-tubi datang dan itu semakin
melemparkan mereka jauh dari tatanan yang ada (misalnya kenakalan
remaja). Sifat dasar manusia adalah enggan dimaki dan
dikutuk (meski
makian itu sesuai dengan prilakunya) tidak terkecuali para pemuda.
Karena itu, tulisan ini hanyalah sinopsis yang menawarkan pola pemikiran
tentang sebuah problem yang ingin direspon dengan cara apa.
Dalam al-Qur’an tergambar betapa Tuhan
sengaja mengekspresikan semangat para remaja dalam merespon problem yang
mengitari dirinya. Suatu situasi yang timbul berlawanan dengan norma,
akan menarik nalurinya bergerak mengatasi dengan cara apa saja yang
dimiliki. Naluri itu secara psikologis ada pada diri setiap manusia dan
cukup sensitif serta sangat berpotensi jika diberdayakan secara optimal.
jiwa remaja itu oleh para ilmuwan dinilai masih lumayan obyektif karena
belum banyak kepentingan. Namun tidak dipungkiri, bahwa watak dasarnya
tetap agresif-emosional. Karena itu mereka tetap tidak bisa berjalan
sendiri, harus dibimbing atau disatukan persepsinya. Maka wajar bila
tuhan menyatukan jiwa pemuda goa (ashab al-kahf) agar terbentuk kumulasi
(penyatuan) ide yang membulat (al-kahf :14).
Masa remaja adalah masa dimana manusia
mengalami pertumbuhan bentuk badan (fisik) dan pola berpikir. Jika luput
dari perhatian, sangat mungkin sekali perilakunya akan menyimpang,
erkait “moral, cara berpikir dan bertindak”. Timbulnya perubahan yang
cepat pada dirinya membutuhkan sesuatu agar mereka bisa menjaga diri
dari pengaruh pergaulan yang negatif. beberapa paparan referensi tentang
penyikapan terhadap problem para pemuda dapat dilihat pada paparan
berikut ini :
Pertama, peran orang tua selalu menjadi
faktor utama pembangunan karakter seorang anak. jika hubungan itu buruk,
yang terjadi adalah tidak terkontrolnya jiwa dan akal si anak tersebut.
Ketidakperdulian, ketidakharmonisan orang tua bisa membuat anak itu
menjadi seperti anak ayam yang kehilangan induknya. dan kita tahu jika
sudah menyangkut dengan masalah itu. Anak ayam tanpa induknya selalu
menjadi mangsa yang empuk. begitu juga dengan seorang anak remaja jika
kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua, anak remaja itu akan
mencari dunia lain yang negatif. Hasilnya berani menyangkal orang tua,
jarang pulang, berkumpul dengan teman-teman yang akhlaknya tidak karuan
dan keganjilan-keganjilan dan yang lain.
Terkait pergaulan dalam islam sudah
dijelaskan secara gamblang sebagaimana sabda Rosul Saw. “Perumpamaan
teman bergaul yang buruk adalah seperti peniup api tukang besi, bisa
jadi dia akan membakar pakaianmu, atau (minimal) kamu akan mencium
darinya bau yang tidak sedap” mengenai pemahaman hadis ini terserah
penafsiran setiap pembacanya, namun yang jelas pergaulan dengan
lingkungan sekitarnya sangat mempengaruhi sikap dan cara berpikir para
remaja. Masih labilnya cara berpikir mereka memaksa orang tua untuk
terus memperhatikannya.
Kedua, banyaknya waktu luang pikiran bisa
jumud, jika sama sekali kita membiarkannya menganggur, buntu dan
membuat kita lemah sehingga jiwa juga lemah. akibatnya, khayalan dan
bisikan-bisikan pemikiran buruk, melahirkan keinginan-keinginan buruk
pula., sehingga waktu terbuang dengan sia-sia.
manusia selalu membutuhkan aktifitas,
untuk menghindari kekosongan, dan membiasakan berpikir. untuk mengatasi
hal ini, sebaiknya seorang remaja berusaha mengisi waktu luangnya dengan
kegiatan yang cocok dan bermanfaat, seperti membaca, menulis, kursus
bahasa, belajar, membantu kesibukan orang tua atau kegiatan lainnya,
walaupun hanya aktifitas sepele. kata orang jawa “Sing penting obah, ora
obah ora mamah” artinya, yang penting bergerak, (beraktifitas), tidak
bergerak maka tidak menghasilkan sesuatu.
Ketiga, meluruskan persangkaan keliru
para remaja terhadap ajaran agama. Persangkaan seringkali menimbulkan
ketidakpahaman. Ada yang menganggap aturan-aturan agama hanya mengekang
kebebasan dan mematikan potensi mereka. Benarkah? agama mengatur dan
mengarahkan dengan baik kebebasan tersebut (lebih tepatnya hawa nafsu),
agar tidak berbenturan dengan kebebasan orang lain.
Pesantren dan pendidikan moral
Pesantren dan pendidikan moral
Sebagai institusi pendidikan tertua di
Indonesia, Pesantren memiliki segudang nilai-nilai yang belum begitu
dieksplorasi oleh kalangan internal pesantren sendiri. Dalam sejarah
perjalanan bangsa Indonesia, kita telah melihat bagaimana kontribusi
nyata Pesantren dalam melahirkan pemimpin yang berkarakter, kuat,
militan, penuh integritas, gigih, visioner, pantang menyerah dan ikhlas
dalam berjuang. Kontribusi tersebut tidak berhenti pada masa perjuangan
bangsa, melainkan hingga dewasa ini, pimpinan institusi tertinggi negara
banyak yang dipimpin oleh tokoh nasional dengan latar belakang
pesantren.
Melihat pendidikan Pondok Pesantren
Setidaknya ada berbagai macam keunggulan yang dimilikinya. Antara lain:
pertama, menggunakan pendekatan holistis dalam sistem pendidikannya .
Artinya para pengasuh pondok pesantren memandang bahwa kegiatan belajar
mengajar merupakan kesatupaduan atau lebur dalam totalitas kegiatan
hidup sehari-hari. Bagi warga pondok pesantren, belajar di pondok
pesantren tidak mengenal perhitungan waktu.
Kedua,memiliki kebebasan terpimpin.
Setiap manusia memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu harus dibatasi,
karena kebebasan memiliki potensi anarkisme. Kebebasan mengandung
kecenderungan mematikan kreatifitas, karena pembatasan harus dibatasi.
Inilah yang dimaksud dengan kebebasan yang terpimpin. Kebebasan
terpimpin adalah watak ajaran Islam dan hal tersebut dapat dilihat dalam
pola pendidikan di Pondok pesantren.
Ketiga, berkemampuan mengatur diri
sendiri (mandiri). Di pondok pesantren, santri mengatur sendiri
kehidupannya menurut batasan yang diajarkan agama. Para santri melakukan
sendiri aktivitas keseharian mereka dengan independen. Mereka melakukan
aktivitas keseharian secara mandiri.
Keempat, memiliki kebersamaan yang tinggi. Dalam pondok pesantren berlaku prinsip; dalam hal kewajiban harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hak, individu harus mendahulukan kepentingan orang lain melalui perbuatan tata tertib.
Keempat, memiliki kebersamaan yang tinggi. Dalam pondok pesantren berlaku prinsip; dalam hal kewajiban harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hak, individu harus mendahulukan kepentingan orang lain melalui perbuatan tata tertib.
Kelima, Mengabdi kepada orang tua dan
guru. Tujuan ini antara lain melalui pergerakan berbagai pranata (norma)
di pondok pesantren seperti mencium tangan guru, dan tidak membantah
guru beserta dengan keluarganya.
kesimpulan penulis, untuk itulah
pesantren hadir di tangah-tengah kita, selain mencetak anak didik yang
tafakkuh fiddin, berwawasan luas juga mencetak anak didik yang
berakhlakul karimah. Sehingga lumrah dalam dunia pesantren dengan
sebutan bahwa pesantren sebagai bengkel moral, karena memang tidak ada
lembaga lain yang memang inten, mengayomi anak didiknya dalam perbaikkan
moral, kecuali pesantren. Sungguh besar jasa pesantren bagi bangsa ini,
makanya orang tua yang sadar dan mengerti tentang kemorosatan moral
remaja saat ini, dengan mengantarkan putra-putrinya kedunia pesantren,
yang tujuan utamanya adalah membina akhlakul karimah. wallahu a’lam.[]
*Pernah dimuat di tebuireng.org pada 24 Desember 2014
0 komentar:
Posting Komentar