Minggu, 05 April 2015

Pesantren dan Pendidikan Moral kawula Muda*

Kita sudah sering disuguhi berita di berbagai media, media cetak, televisi dan media online tentang perilaku amoral yang dilakukan oleh para remaja dan juga orang dewasa. Prilaku yang menyimpang dari Hukum Agama maupun Hukum Adat bahkan sudah tergolong kriminal, seperti narkotika (narkoba), minuman keras (termasuk oplosan), judi, free sex, tawuran dengan menggunakan senjata tajam dan berbagai macam kasus lainnya.
Membicarakan diri para remaja sungguh unik se unik membicarakan diri manusia itu. Para remaja yang mempunyai ego tinggi tentang eksistensi diri biasanya lebih suka bersikap anti konformitas (mukhalafah) agar cepat diperhatikan segala sesuatu yang sebenarnya ada pada dirinya. dalam hal ini remaja sering berulah-salah, sehingga cap negatif pada dirinya bertubi-tubi datang dan itu semakin melemparkan mereka jauh dari tatanan yang ada (misalnya kenakalan remaja). Sifat dasar manusia adalah enggan dimaki dan
dikutuk (meski makian itu sesuai dengan prilakunya) tidak terkecuali para pemuda. Karena itu, tulisan ini hanyalah sinopsis yang menawarkan pola pemikiran tentang sebuah problem yang ingin direspon dengan cara apa.
Dalam al-Qur’an tergambar betapa Tuhan sengaja mengekspresikan semangat para remaja dalam merespon problem yang mengitari dirinya. Suatu situasi yang timbul berlawanan dengan norma, akan menarik nalurinya bergerak mengatasi dengan cara apa saja yang dimiliki. Naluri itu secara psikologis ada pada diri setiap manusia dan cukup sensitif serta sangat berpotensi jika diberdayakan secara optimal. jiwa remaja itu oleh para ilmuwan dinilai masih lumayan obyektif karena belum banyak kepentingan. Namun tidak dipungkiri, bahwa watak dasarnya tetap agresif-emosional. Karena itu mereka tetap tidak bisa berjalan sendiri, harus dibimbing atau disatukan persepsinya. Maka wajar bila tuhan menyatukan jiwa pemuda goa (ashab al-kahf) agar terbentuk kumulasi (penyatuan) ide yang membulat (al-kahf :14).
Masa remaja adalah masa dimana manusia mengalami pertumbuhan bentuk badan (fisik) dan pola berpikir. Jika luput dari perhatian, sangat mungkin sekali perilakunya akan menyimpang, erkait “moral, cara berpikir dan bertindak”. Timbulnya perubahan yang cepat pada dirinya membutuhkan sesuatu agar mereka bisa menjaga diri dari pengaruh pergaulan yang negatif. beberapa paparan referensi tentang penyikapan terhadap problem para pemuda dapat dilihat pada paparan berikut ini :
Pertama, peran orang tua selalu menjadi faktor utama pembangunan karakter seorang anak. jika hubungan itu buruk, yang terjadi adalah tidak terkontrolnya jiwa dan akal si anak tersebut. Ketidakperdulian, ketidakharmonisan orang tua bisa membuat anak itu menjadi seperti anak ayam yang kehilangan induknya. dan kita tahu jika sudah menyangkut dengan masalah itu. Anak ayam tanpa induknya selalu menjadi mangsa yang empuk. begitu juga dengan seorang anak remaja jika kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua, anak remaja itu akan mencari dunia lain yang negatif. Hasilnya berani menyangkal orang tua, jarang pulang, berkumpul dengan teman-teman yang akhlaknya tidak karuan dan keganjilan-keganjilan dan yang lain.
Terkait pergaulan dalam islam sudah dijelaskan secara gamblang sebagaimana sabda Rosul Saw. “Perumpamaan teman bergaul yang buruk adalah seperti peniup api tukang besi, bisa jadi dia akan membakar pakaianmu, atau (minimal) kamu akan mencium darinya bau yang tidak sedap” mengenai pemahaman hadis ini terserah penafsiran setiap pembacanya, namun yang jelas pergaulan dengan lingkungan sekitarnya sangat mempengaruhi sikap dan cara berpikir para remaja. Masih labilnya cara berpikir mereka memaksa orang tua untuk terus memperhatikannya.
Kedua, banyaknya waktu luang pikiran bisa jumud, jika sama sekali kita membiarkannya menganggur, buntu dan membuat kita lemah sehingga jiwa juga lemah. akibatnya, khayalan dan bisikan-bisikan pemikiran buruk, melahirkan keinginan-keinginan buruk pula., sehingga waktu terbuang dengan sia-sia.
manusia selalu membutuhkan aktifitas, untuk menghindari kekosongan, dan membiasakan berpikir. untuk mengatasi hal ini, sebaiknya seorang remaja berusaha mengisi waktu luangnya dengan kegiatan yang cocok dan bermanfaat, seperti membaca, menulis, kursus bahasa, belajar, membantu kesibukan orang tua atau kegiatan lainnya, walaupun hanya aktifitas sepele. kata orang jawa “Sing penting obah, ora obah ora mamah” artinya, yang penting bergerak, (beraktifitas), tidak bergerak maka tidak menghasilkan sesuatu.
Ketiga, meluruskan persangkaan keliru para remaja terhadap ajaran agama. Persangkaan seringkali menimbulkan ketidakpahaman. Ada yang menganggap aturan-aturan agama hanya mengekang kebebasan dan mematikan potensi mereka. Benarkah? agama mengatur dan mengarahkan dengan baik kebebasan tersebut (lebih tepatnya hawa nafsu), agar tidak berbenturan dengan kebebasan orang lain.
Pesantren dan pendidikan moral
Sebagai institusi pendidikan tertua di Indonesia, Pesantren memiliki segudang nilai-nilai yang belum begitu dieksplorasi oleh kalangan internal pesantren sendiri. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kita telah melihat bagaimana kontribusi nyata Pesantren dalam melahirkan pemimpin yang berkarakter, kuat, militan, penuh integritas, gigih, visioner, pantang menyerah dan ikhlas dalam berjuang. Kontribusi tersebut tidak berhenti pada masa perjuangan bangsa, melainkan hingga dewasa ini, pimpinan institusi tertinggi negara banyak yang dipimpin oleh tokoh nasional dengan latar belakang pesantren.
Melihat pendidikan Pondok Pesantren Setidaknya ada berbagai macam keunggulan yang dimilikinya. Antara lain: pertama, menggunakan pendekatan holistis dalam sistem pendidikannya . Artinya para pengasuh pondok pesantren memandang bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan kesatupaduan atau lebur dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari. Bagi warga pondok pesantren, belajar di pondok pesantren tidak mengenal perhitungan waktu.
Kedua,memiliki kebebasan terpimpin. Setiap manusia memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu harus dibatasi, karena kebebasan memiliki potensi anarkisme. Kebebasan mengandung kecenderungan mematikan kreatifitas, karena pembatasan harus dibatasi. Inilah yang dimaksud dengan kebebasan yang terpimpin. Kebebasan terpimpin adalah watak ajaran Islam dan hal tersebut dapat dilihat dalam pola pendidikan di Pondok pesantren.
Ketiga, berkemampuan mengatur diri sendiri (mandiri). Di pondok pesantren, santri mengatur sendiri kehidupannya menurut batasan yang diajarkan agama. Para santri melakukan sendiri aktivitas keseharian mereka dengan independen. Mereka melakukan aktivitas keseharian secara mandiri.
Keempat, memiliki kebersamaan yang tinggi. Dalam pondok pesantren berlaku prinsip; dalam hal kewajiban harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hak, individu harus mendahulukan kepentingan orang lain melalui perbuatan tata tertib.
Kelima, Mengabdi kepada orang tua dan guru. Tujuan ini antara lain melalui pergerakan berbagai pranata (norma) di pondok pesantren seperti mencium tangan guru, dan tidak membantah guru beserta dengan keluarganya.
kesimpulan penulis, untuk itulah pesantren hadir di tangah-tengah kita, selain mencetak anak didik yang tafakkuh fiddin, berwawasan luas juga mencetak anak didik yang berakhlakul karimah. Sehingga lumrah dalam dunia pesantren dengan sebutan bahwa pesantren sebagai bengkel moral, karena memang tidak ada lembaga lain yang memang inten, mengayomi anak didiknya dalam perbaikkan moral, kecuali pesantren. Sungguh besar jasa pesantren bagi bangsa ini, makanya orang tua yang sadar dan mengerti tentang kemorosatan moral remaja saat ini, dengan mengantarkan putra-putrinya kedunia pesantren, yang tujuan utamanya adalah membina akhlakul karimah. wallahu a’lam.[]
*Pernah dimuat di tebuireng.org pada 24 Desember 2014

0 komentar:

Posting Komentar