Minggu, 05 April 2015

Esensi zakat kita*



Setiap Ibadah dalam Agama kita mempunyai Stressing yang berbeda, ada Ibadah yang di sebut Ibadah Qolbiyah (hati), sekalipun anggota badan tidak banyak ikut berperan,  hal itu dinilai Ibadah. Kita bisa saja duduk santai di kantor, menghadapi tamu tapi di hati kita terbisik Lafadz Allah, itu namanya Ibadah hati, kita bisa saja berdiri di depan pantai, menikmati luasnya pantai terhampar membiru, hati kita berucap “ bukan main indahnya laut ini, kalau laut aja begini hebat, bagaimana lagi yang menciptkanan ? ” wisata yang seperti ini berpahala, karena kita tidak mengagumi laut, tetapi mengagumi yang menciptkan, ini di sebut Wisata Rohani, Ibadah Qolbiyah, Dzikir Khofy.
Adapula Ibadah Qolbiyah-Badaniyah, selain hati, anggota badan juga ikut berperan,  adapun harta tidak terlalu berperan, seperti Puasa Ramadhan,  asal hati punya keinginan dan mau mengerjakan, Ibadah itu bisa terlaksana, Sholat walaupun ada unsure Harta namun tak seberapa, unsur yang paling dominan adalah hati dan badan.
Adapula Ibadah itu di sebut Qolbiyah-Badaniyah dan Amaliyah. hati, badan dan harta. Semua komponen ini sama-sama berperan.Seperti Ibadah Haji misalnya, hati berniat, badan melaksanakan, harta di keluarkan baru terlaksana.Hati kepingin betul pergi Haji, badan sehat, namun uang tidak punya ,selamat melamun. Uang banyak, badan sehat, namun hati kurang semangat, liburan akhir tahunya pergi ke New York, London, Paris, korea dan semacamnya. Tetapi ke Makkah belum pernah sampai.
Kali ini, kita akan membahas Ibadah yang justru di tekankan adalah kepada Harta, disebut Ibadah Maliyah. Memang harta yang di minta dikeluarkan dalam melaksanakan ibadah itu, yaitu Zakat, Infaq dan Shadaqoh. Kesenjangan yang alami adalah Sunnatullah. Qur’an menjelaskan hal itu, kami lebihkan kamu dari yang lain. Ada yang Kaya ada yang Miskin, ada yang Alim dan ada pula yang awam.
Namun kenapa kesenjangan kita permasalahkan,? Karena kesenjangan yang terjadi adalah kesenjangan Struktural. Kita menyadari bahwa pemerataan bukan menciptakan Standar Ekonomi dengan standar ala Komunisme. Yang kita harapkan pemerataan terciptanya peluang dan kesempatan. Artinya jikalau  yang kaya semakin kaya, kenapa yang Miskin tidak bisa ikut Kaya, atau paling tidak naik sedikitlah. Untuk itu Islam memberi anjuran didalam harta kita, walaupun kita sudah berusaha dengan susah payah untuk mendapatkan harta itu, namun ada haq orang lain yang harus kita keluarkan dalam bentuk zakat.
Zakat berfungsi sebagai pembersih harta jika Zakat Mal, sebagai pembersih jiwa jika Zakat Fitrah, pembersih harta jika Zakat Zuru’, dan pembersih barang tambang jika Zakat Ma’adin  dan seterusnya. Sebagaimana sabda Nabi “ bersihkan harta kalian dengan mengeluarkan zakat”. Tentunya dalam harta yang kita cari,  bercampur dengan sedikit keharaman atau dengan perkara subhat itulah yang di bersihkan dengan zakat.
Namun ada yang menggunakan dalil ini secara salah, kita korupsi saja nanti kita bersihkan harta itu dengan zakat , sebagaimana sabda nabi “bersihkan harta kalian dengan mengeluarkan zakat” sudah kita zakatkan, bersih sudah. Itukan politik many londry, itu tidak di kenal. kalau mau kita analogikan begini “baju kita yang terkena najis bisa di sucikan, namun najis itu sendiri Atau baju yang terbuat dari barang najis  apakah bisa di sucikan ? tentu tidak, jadi tidak bisa menggunakan dalil tersebut dalam hal ini.
jika tidak kita laksanakan, tidak kita tunaikan maka Allah akan mencabut keberkahan dalam harta kita miliki, untuk  zakat memang ada haul ( ukuran waktunya), nishab (ukuran dari jumlah yang harus kita keluarkan) jadi terikat dengan haul dan nishab. Dalam Infaq tidak terkait dengan nisab, tetapi terikat dengan situasi kondisi. Biasanya jika objek kita sedang berhasil, rezeki lancar atau kedatangan rezeki yang tak di sangka-sangka. Dan pada Shadaqoh tidak terikat degan apapun, any time kita bisa melakukanya. Dan itu semua di sebut ibadah maliyah (harta).
Keberkahan terletak bagaimana kita mencari harta dan bagaimana kita membelanjakanya dengan benar. Keberkahan terletak pada orang yang menerima dan mendoakanya. kita seharusnya bersyukur ketika kita oleh allah dijadiakan fungsi sebagai kran air, yang menyimpan tetapi tidak untuk dirinya sendiri, tetapi untuk disalurkan kepada mereka yang memerlukan.dan sebagian dari pendidikan puasa adalah  tumbuhnya kepekaan sosial, kepekaan melahirkan keperdulian dan keperdulian dengan dibuktikan dengan zakat, infaq, paling tidak shadaqoh.
al-yadul a’la khairum min yadi as-sufla” tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah, adigium ini munkin benar namun jika keduanya sama-sama ikhlas dalam menjalaninya maka hal itu bukan hal yang hina. Karena keduanya saling membutuhkan.
Kita sering mendengar kaidah lil wasail hukmul maqosid”, alat dan tujuan menduduki status hukum yang sama. Agama memerintahkan untuk kita Sholat, menutup aurat sebagai salah satu syarat dalam mengerjakan Sholat, maka secara tidak langsung kita diperintahkan harus punya Industry Tekstil , agar kita bisa menutupi aurat. di sisi lain kita di perintahkan menunaikan Zakat, inikan sebenarnya anjuran Islam agar kita memiliki ekonomi yang kuat, maju,  mapan dan mempunyai relasi agar bisa mengeluarkan Zakat itu. Dan Kita juga diperintahkan untuk untuk menunaikan Haji, maka secara langsung kita di perintah agar mengusai teknologi, bisa membuat pesawat, karena kita tidak munkin berenang dari Indonesia ke Mekkah.
Kita harus sukses, kaya,  memiliki Ekonomi yang mapan agar kita bisa menjadi pelaksana Zakat bukan hanya sebagai penerimanya, kalaupun hari ini kita berdiri pada barisan yang menerima zakat, namun kita kita tanamkan dalam hati kita bahwa kedepan kita bisa kaya,ekonomi kita mapan agar kita bisa berpindah menjadi yang membayar zakat. Wallahu a’lam bisshawab.
^oleh  muhammad ali ridho Maha Santri Ma’had Aly  Asal Berau kal_tim.
*Artikel ini pernah dimuat di Majalah Tebuireng edisi 30  






               

0 komentar:

Posting Komentar