Setiap
Ibadah dalam Agama kita mempunyai Stressing yang berbeda, ada Ibadah yang di
sebut Ibadah Qolbiyah (hati), sekalipun anggota badan tidak banyak ikut berperan, hal itu dinilai Ibadah. Kita bisa saja duduk santai
di kantor, menghadapi tamu tapi di hati kita terbisik Lafadz Allah, itu namanya
Ibadah hati, kita bisa saja berdiri di depan pantai, menikmati luasnya pantai terhampar
membiru, hati kita berucap “ bukan main indahnya laut ini, kalau laut aja begini
hebat, bagaimana lagi yang menciptkanan ? ” wisata yang seperti ini berpahala,
karena kita tidak mengagumi laut, tetapi mengagumi yang menciptkan, ini di
sebut Wisata Rohani, Ibadah Qolbiyah, Dzikir Khofy.
Adapula
Ibadah Qolbiyah-Badaniyah, selain hati, anggota badan juga ikut berperan, adapun harta tidak terlalu berperan, seperti Puasa
Ramadhan, asal hati punya keinginan dan mau
mengerjakan, Ibadah itu bisa terlaksana, Sholat walaupun ada unsure Harta namun
tak seberapa, unsur yang paling dominan adalah hati dan badan.
Adapula
Ibadah itu di sebut Qolbiyah-Badaniyah dan Amaliyah. hati, badan dan harta.
Semua komponen ini sama-sama berperan.Seperti Ibadah Haji misalnya, hati berniat,
badan melaksanakan, harta di keluarkan baru terlaksana.Hati kepingin betul pergi
Haji, badan sehat, namun uang tidak punya ,selamat melamun. Uang banyak, badan sehat,
namun hati kurang semangat, liburan akhir tahunya pergi ke New York, London,
Paris, korea dan semacamnya. Tetapi ke Makkah belum pernah sampai.
Kali
ini, kita akan membahas Ibadah yang justru di tekankan adalah kepada Harta,
disebut Ibadah Maliyah. Memang harta yang di minta dikeluarkan dalam melaksanakan
ibadah itu, yaitu Zakat, Infaq dan Shadaqoh. Kesenjangan yang alami adalah Sunnatullah. Qur’an menjelaskan hal itu,
kami lebihkan kamu dari yang lain. Ada yang Kaya ada yang Miskin, ada yang Alim
dan ada pula yang awam.
Namun kenapa kesenjangan kita permasalahkan,?
Karena kesenjangan yang terjadi adalah kesenjangan Struktural. Kita menyadari bahwa
pemerataan bukan menciptakan Standar Ekonomi dengan standar ala Komunisme. Yang
kita harapkan pemerataan terciptanya peluang dan kesempatan. Artinya jikalau yang kaya semakin kaya, kenapa yang Miskin tidak
bisa ikut Kaya, atau paling tidak naik sedikitlah. Untuk itu Islam memberi anjuran
didalam harta kita, walaupun kita sudah berusaha dengan susah payah untuk mendapatkan
harta itu, namun ada haq orang lain yang harus kita keluarkan dalam bentuk
zakat.
Zakat berfungsi sebagai pembersih harta jika
Zakat Mal, sebagai pembersih jiwa jika Zakat Fitrah, pembersih harta jika Zakat
Zuru’, dan pembersih barang tambang jika Zakat Ma’adin dan seterusnya. Sebagaimana sabda Nabi “
bersihkan harta kalian dengan mengeluarkan zakat”. Tentunya dalam harta yang
kita cari, bercampur dengan sedikit
keharaman atau dengan perkara subhat itulah yang di bersihkan dengan zakat.
Namun ada yang menggunakan dalil ini secara
salah, kita korupsi saja nanti kita bersihkan harta itu dengan zakat , sebagaimana
sabda nabi “bersihkan harta kalian dengan mengeluarkan zakat” sudah kita
zakatkan, bersih sudah. Itukan politik many londry, itu tidak di kenal. kalau
mau kita analogikan begini “baju kita yang terkena najis bisa di sucikan, namun
najis itu sendiri Atau baju yang terbuat dari barang najis apakah bisa di sucikan ? tentu tidak, jadi
tidak bisa menggunakan dalil tersebut dalam hal ini.
jika tidak kita laksanakan, tidak kita
tunaikan maka Allah akan mencabut keberkahan dalam harta kita miliki,
untuk zakat memang ada haul ( ukuran
waktunya), nishab (ukuran dari jumlah yang harus kita keluarkan) jadi terikat
dengan haul dan nishab. Dalam Infaq tidak terkait dengan nisab, tetapi terikat
dengan situasi kondisi. Biasanya jika objek kita sedang berhasil, rezeki lancar
atau kedatangan rezeki yang tak di sangka-sangka. Dan pada Shadaqoh tidak
terikat degan apapun, any time kita bisa melakukanya. Dan itu semua di sebut
ibadah maliyah (harta).
Keberkahan terletak bagaimana kita mencari
harta dan bagaimana kita membelanjakanya dengan benar. Keberkahan terletak pada
orang yang menerima dan mendoakanya. kita seharusnya bersyukur ketika kita oleh
allah dijadiakan fungsi sebagai kran air, yang menyimpan tetapi tidak untuk
dirinya sendiri, tetapi untuk disalurkan kepada mereka yang memerlukan.dan sebagian
dari pendidikan puasa adalah tumbuhnya
kepekaan sosial, kepekaan melahirkan keperdulian dan keperdulian dengan dibuktikan
dengan zakat, infaq, paling tidak shadaqoh.
“al-yadul a’la khairum min yadi as-sufla”
tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah, adigium ini munkin benar
namun jika keduanya sama-sama ikhlas dalam menjalaninya maka hal itu bukan hal
yang hina. Karena keduanya saling membutuhkan.
Kita sering mendengar kaidah lil wasail
hukmul maqosid”, alat dan tujuan
menduduki status hukum yang sama. Agama memerintahkan untuk kita Sholat,
menutup aurat sebagai salah satu syarat dalam mengerjakan Sholat, maka secara
tidak langsung kita diperintahkan harus punya Industry Tekstil , agar kita bisa
menutupi aurat. di sisi lain kita di perintahkan menunaikan Zakat, inikan
sebenarnya anjuran Islam agar kita memiliki ekonomi yang kuat, maju, mapan dan mempunyai relasi agar bisa
mengeluarkan Zakat itu. Dan Kita juga diperintahkan untuk untuk menunaikan Haji,
maka secara langsung kita di perintah agar mengusai teknologi, bisa membuat
pesawat, karena kita tidak munkin berenang dari Indonesia ke Mekkah.
Kita harus sukses, kaya, memiliki Ekonomi yang mapan agar kita bisa
menjadi pelaksana Zakat bukan hanya sebagai penerimanya, kalaupun hari ini kita
berdiri pada barisan yang menerima zakat, namun kita kita tanamkan dalam hati
kita bahwa kedepan kita bisa kaya,ekonomi kita mapan agar kita bisa berpindah
menjadi yang membayar zakat. Wallahu a’lam bisshawab.
^oleh muhammad ali ridho Maha Santri Ma’had
Aly Asal Berau kal_tim.*Artikel ini pernah dimuat di Majalah Tebuireng edisi 30
0 komentar:
Posting Komentar