Menapaki Tanah Sidogiri*
Beberapa waktu yang lalu saya diberi kesempatan
berkunjung ke pondok Pesantren Sidogiri, pondok salaf namun tidak
ketinggalan zaman, saat saya berkunjung kepondok ini, saya merasa berada
di pusaran keilmuan yang diri ini tidak berarti apa-apa. Begitu bodoh dan kecil.
Begitu mudahnya kita menemukan santri yang mahir membaca baca kitab kuning,
hafal Alfiyah ibn Malik dan begitu mudahnya pula kita menemukan kelompok diskusi kitab
kecil-kecilan di jerambah-jerambah asrama, di ruangan kelas, di ruangan
perpustakaan bahkan di pelataran halaman pondok. Sungguh, melihat pondok Sidogiri
kali ini, saya serasa di bawa pada era keemasan Islam di abad pertengahan
silam. pondok Sidogiri begitu mateng dalam berbagai bidang, mulai dari
pengelolaan pendidikan, badan Press Pesantren, Pengabdian kemasyarakat, sampai
masalah ekonominya.
kegiatan santri di Pesantren Sidogiri dibagi menjadi dua
macam, kegiatan Mahadiyah dan kegiatan Madrasiyah. Yang dimaksud dengan
kegiatan Mahadiyah adalah kegiatan yang harus diikuti oleh semua santri yang
ada di Pesantren. Sedang kegiatan Madrasiyah merupakan kegiatan yang diikuti
para santri dan siswa yang tidak mondok di Pesantren (kalong).
Pendidikan yang diselengarakan di madrasah (kegiatan
Madrasiyah) sidogiri yaitu mulai tingkatan ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah dan
kuliah syariah. Untuk menunjang pendidikan, MMU PPS mendirikan sebuah
perpustakaan pada 1973. Perpustakaan pesantren terbesar di Indonesia ini
memiliki koleksi sekitar 5.000 judul dengan lebih dari 12 ribu kitab dan buku,
di samping juga ribuan kaset, CD video, dan software. Perpustakaan yang
rata-rata dikunjungi tiga ribu orang setiap hari ini juga menjadi sarana
pendidikan alternative. ''Untuk pengembangan, pengelola perpustakaan bekerja
sama dengan berbagai perpustakaan perguruan tinggi negeri di Jawa Timur, dan
setiap tahunnya 100 Juta dana yang digelontorkan untuk memajukan perpustakaan
tersebut.
Perlu dipahami bahwa pesantren sejatinya tidak hanya
memikirkan bagaimana pengembangan lembaga pendidikan, tapi pesantren harus
memikirkan kemandirian ekonomi. Tidak mungkin sebuah lembaga pendidikan akan
kuat tanpa didukung oleh finansial yang cukup. Kemandirian ekonomi pesantren
dapat membawa manfaat besar bagi pesantren dan masyarakat. Inilah yang dilakukan
Pondok Pesantren Sidogiri melalui Kopontren Sidogiri. Pondok Pesantren Sidogiri saat
ini memperluas usaha di bidang ekonomi untuk menopang kekuatan pesantren.
Puluhan unit Usaha berhasil dirintis dan dikembangkan oleh Pesantren hingga
saat ini. Jumlah Unit Usaha Pesantren sampai saat ini berjumlah sekitar 60-an.
Di samping itu, Pesantren
Sidogiri juga mengabdi untuk sosial-kemasyarakatan. Yayasan Bina Saadah
Sidogiri (YBSS) merupakan lembaga yang didirikan untuk meningkatkan kiprah
Pondok Pesantren Sidogiri dalam bidang sosial-kemasyarakatan. Untuk meneguhkan
kemanfaatan di masyarakat, Yayasan Bina Saadah Sidogiri (YBSS) Pondok Pesantren
Sidogiri mempunyai empat sub lembaga, yaitu; Laziswa Sidogiri, Darul Aitam
Sidogiri Surabaya (DAS-Surabaya), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Shafa
Marwah, dan Darul Khidmah Sidogiri (DKS).
Selanjutnya dari badan
pres pesantren menaungi 16 media pers di PPS yang aktif menginformasikan berita
dan kajian-kajian aktual tiap harinya. Media-media tersebut diterbitkan oleh berbagai
instansi yang ada di PPS dengan orientasi dan segmen yang berbeda-beda. Bahkan
salah satu media pers di PPS ini ada yang sudah merambah ke pasaran Nasional,
seperti Buletin Sidogiri. Meskipun bernama Buletin Sidogiri, ini bukanlah
sebuah buletin, tapi majalah yang isinya kurang lebih 100 halaman. Menurut Zainuddin
Rusdy salah seorang Tim Redaksi Buletin Sidogiri, nama majalah Buletin Sidogiri
ini sudah terdaftar dan izinnya juga dengan nama itu. Memang pada awalnya,
majalah itu berasal dari buletin yang rutin diterbitkan PPS, tetapi seiring
dengan berjalannya waktu dan juga semakin kompleknya yang harus dimuat, maka
kami merubahnya menjadi sebuah majalah, jelasnya.
Untuk menertibkan
media-media pers yang ditulis oleh tiap instansi ini, PPS telah mendirikan
Badan Pers Pesantren (BPP) sejak tahun 1428 H. “Tugas dari BPP ini adalah
mengawasi, mengkoordinir dan mengarahkan media-media terkait standar isi,
tampilan desain, jadwal terbit, orientasi isi dan segmen pembaca masing-masing
media pers. BPS ini juga bertanggungjawab atas proses seleksi dan
redaksional media-media tersebut”.
Oleh karena itu, tegasnya,
setiap naskah dari media yang akan terbit harus diserahkan kepada BPP untuk
dikoreksi dan diedit. Hal ini untuk menjamin isi naskah tersebut tidak bertentangan
dengan standar umum yang telah ditetapkan BPP. Diantaranya, tidak bertentangan
dengan paham Ahlussunnah wal jamaa’ah, baik secara aqidah, syari’ah dan akhlak.
Tidak bertentangan dengan tradisi luhur pesantren, yang diteladankan oleh para
masyayikh Sidogiri. Dan tidak rentan menimbulkan keresahan masyarakat.
Selain menetapkan standar
umum, BPP juga mengupayakan agar masing-masing media memiliki garis umum sesuai
dengan visi-misinya dan mendorong profesionalisme dengan mematuhi jadwal
terbitnya. BPP juga mengagendakan beberapa pelatihan dan lomba untuk
meningkatkan kualitas media-media di PPS ini. Itulah sedikit oleh-oleh saat
kami mengunjungi Pondok Pesantren Sidogiri, semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar