Senin, 15 Desember 2014

Denyut Nadi Pendidikan Pesantren


Pesantren adalah fenomena sosial-kultural terunik, pada dataran historis pesantren merupakan sistem pendidikan tertua khas negara kita, yang eksistensinya tidak diragukan  telah teruji oleh sejarah dan berlangsung hingga era kini. Bahkan bukanlah hal yang berlebihan bila dikatakan bahwa pesantren telah menjadi satu wujud dari entitas budaya indonesia. Yang dengan sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relatif insentif. Indikasinya adalah wujud entitas budaya ini telah diakui dan diterima kehadirannya. Pertanyaan yang muncul adalah faktor apa yang menarik sehingga pesantren begitu eksis?
Untuk menjawab pertanyaan singkat diatas, tampaknya tidaklah begitu mudah. Karena untuk melacak dan menemukan jawabanya diperlukan observasi yang serius dan mendalam, salah satu keunikan pesantren yang penting untuk dicatat adalah; sosoknya yang kompleks dan multidimensi. dan tidak salah jika pesantren merupakan sumber inspirasi yang tidak pernah kering sepanjang zaman.
Untuk mempertahankan eksistensinya, Setidaknya pesantren harus mampu mempertahankan pola-pola yang selama ini dikembangkan dengan tidak mengabaikan begitu saja kekinian yang semakin menggelobal (al-muhafadzatu a’la qodimi as-shalih wal ahdu bil-jadidi al-aslah) setidaknya ada dua aspek yang perlu dipertahankan yaitu; pertama, terkait dengan stuktur, metode, dan bahkan literatur yang bersifat tradisional. Dengan ciri utamanya yaitu stressing pengajaran yang lebih kepada pemahaman tekstual (harfiyah). kedua, terkait dengan pemeliharaan sub-kultural (tata nilai) yang berdiri di atas pondasi ukhrawi yang terimplementasikan dalam bentuk ketundukan dan ketaatan kepada para ulama, para kiai, para  ustadz dengan mengutamakan ibadah, hanya demi untuk memperoleh tujuan hakiki dan mencapai keluhuran jiwa.
Membincangkan berbagai hal yang terkait dengan pendidikan dewasa ini memang seakan tak ada habisnya. Hingga kini pendidikan kita  masih menjadi sorotan publik, pendidikan yang diharapkan mampu menopang ketidakberdayaan masyarakat agar tegak, tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat terdepan dan sejahtera. Ternyata pendidikan kita masih berkutat pada permasalahan-permasalahan internal yang menyelimuti. Jangankan untuk mengangkat masyarakat, mengangkat dirinya sendiri  masih susah-payah. Begitu banyak problem didalamnya, mulai dari sarana pendidikan, mutu pendidikan, kesejahteraan pendidik, kualitas pembelajaran, biaya yang tak memadai, hingga mutu lulusan yang mana lebih menekankan pada aspek-aspek kognitif saja.
Cobalah kita mengintip sejenak prilaku masyarakat sekitar kita, begitu banyak prilaku yang tidak lagi menghargai Norma Susila, Norma Agama, tawuran antar pelajar, subsidi jawaban ketika UN, bobroknya akhlak peserta didik bahkan para pendidiknya, hal itu seiring banyaknya orang-orang berpendidikan yang mendekam dibalik jeruji penjara baik karena kasus KKN, kekerasan, pelecehan seksual dan kasus-kasus lainnya. Hal tersebut lebih menegaskan agar pendidikan di negeri ini perlu mengembangkan dan menggalakkan nilai-nilai (pendidikan krakter) yang dapat menjadi pedoman hidup masyarakat kita.
Pesantren sebagai salah satu beberapa model lembaga pendidikan yang ada, memegang peran yang sangat penting dalam mengembangkan nilai-nilai tersebut. dengan konsep pendidikannya yang on time ‘24 jam’ pesantren  dapat membekali pribadi-pribadi anak didiknya (santri) dengan sikap-sikap rajin, jujur, kreatif, inovatif, bertanggung jawab, bekerja keras serta nilai-nilai terpuji lainnya. Sehingga akhirnya dapat menelorkan insan yang berkepribadian muslim yang tangguh, harmonis, mampu mengatur kehidupan pribadinya, mengatasi masalah-masalah yang timbul, mencukupi kebutuhan serta mengendalikan dan mengarahkan tujuan hidupnya.
Pembentukan dan pendidikan krakter disini tidak dapat hanya semata-mata melalui materi pelajaran dibangku sokolah/ madrasah  melainkan penanaman nilai-nilai itu harus diagendakan dalam aktifitas sosial sehari-hari. Dalam hal ini para santri mendapat bimbingan dan keteladan langsung oleh para ustadznya. Selanjutnya apa yang dilakukan dipesantren tidak hanya menekankan pentingnya pengaplikasian nilai-nilai itu saja. melainkan, memberikan contoh langsung dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan Pesantren.
Walhasil, menurut penulis bahwa, model pendidikan pesantrenlah yang lebih terbukti keberhasilannya dalam mencetak santri yang shalih dan berakhlak mulia. Meskipun kadang-kadang masih berupa benih-benih potensi. Dan tentunya penulis tidak menafikan kelemahan dan kekurangan yang ada. Namun kelebihan-kelebihan tersebut diharapkan dapat menutupi kelemahan dan kekurangan pendidikan yang ada. (pernah dimuat dihttp://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,55939-lang,id-c,kolom-t,Pendidikan+Pesantren+dalam+Pembentukan+Karakter-.phpx )
         

*Muhammad Ali Ridho, Alumni pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan Tahun 2011, saat ini tengah menempuh studi S1 Di Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy), Tebuireng Jombang.

Pornografi dalam Sketsa Syariah Islam

                        

 Akhir-akhir ini banyak berita kriminal yang di beritakan oleh berbagai media tentang pelecehan seksual, tak hanya orang-orang dewasa saja, bahkan anak remaja dan anak dibawah umur telah banyak yang terkait kasus pelecehan sosial itu. diantara penyebabnya begitu mudahnya video dan gambar porno didapatkan. kemudahan teknologi saat ini banyak disalah gunakan oleh para remaja, akses internet bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. tak hanya melalui laptop, sekarang aplikasi Hp sudah semakin canggih dilengkapi dengan koneksi internet, bluetooth, kamera dll, sehingga video dan gambar porno dengan mudah diakses. selanjutnya bagaimana syariah islam menyikapi itu semua ?
Islam menghendaki prilaku manusia terpuji demi pencapaian kebahagiaan menyeluruh, di dunia dan di  akhirat menurut pandangan Tuhan. Karena itu, Tuhanlah yang  Maha Menentukan  baik dan buruknya suatu prilaku, di samping peran akal sehat, dalam hal ini sungguh sangat aktif. Perbuatan manusia adalah kreasi manusia itu sendiri dengan memanfaatkan servis awal dari Tuhan. Kreasi itu tegasnya lahir dari kekuatan alami (pemberian Tuhan) yang dikembangkan oleh manusia sebagai eksploiter.
Oleh karena itu, dalam memandang kreasi manusia, kalangan ilmuwan terbelah menjadi dua madzhab. Madzhab pertama, berpendapat bahwa segala kreasi manusia (meliputi aksi dan seni) adalah murni sebagai hak asasinya yang bebas nilai, sehingga seseorang bebas melakukan perannya  tanpa ada pengaturan mengikat dan tentu saja sepanjang  tidak mengganggu hak orang lain. Madzhab ini biasa disebut dengan liberalis yang disukai oleh kaum bebas nilai dari kalangan ilmuwan, budayawan, seniman muda yang kurang mempertimbangkan efek moral. Madzhab kedua, memandang kreasi manusia sebagai hal yang tidak bebas dan mesti  didialogkan dengan nilai, baik agama, susila, etika dan norma-norma lain. Madzhab ini lazim disebut dengan moralis yang biasanya dianut oleh kalangan agamawan dan penjunjung tinggi nilai moral. Dua pandangan ini berfungsi kiranya sebagai frame pemikiran dan pandangan dasar tentang pornografi dalam konteknya sebagai obyek kajian.
Porno, umumnya dikonotasikan sebagai negatif menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan seksual-biologis yang merangsang birahi  seseorang. Porno ada dalam berbagai bentuk meliputi ucapan (Pornoorasi), tindakan (Pornoaksi), gambar (Pornografi) dan lain-lain.
Ekspresi seksual-biologis tidak secara otomatis mesti berkonotasi negatif. Karena itu, untuk disebut “porno” (negatif) sangat terkait dengan situasi dan kondisi. Porno sangat berkaitan dengan ruang dan waktu untuk selanjutnya diberi nilai atau hukum buatnya. Seseorang telanjang bulat di kamar tidurnya sendiri yang tertutup atau telanjang karena keterpaksaan semisal untuk kepentingan medis, persalinan dll. tidaklah sama dengan telanjang yang dilakukan cewek ABG. dan anak pra sekolah di tempat terbuka.
Syari’ah dalam hal ini menempatkan Pornoaksi sebagai yang paling disorot dalam hukum, sehingga label untuk Pornoaksi ini lebih devinitif karena wujud negatifnya nyata. Hukum haram dalam Pornoaksi ini mengena secara keseluruhan, baik atas diri pelaku dan penikmat.
Sedangkan dalam Pornografi (foto bugil misalnya) beberapa sisi patut disorot, Saat pengambilan gambar, jika dilakukan sendiri atau mahramnya (suami/istri) di ruang tertutup, maka tidak ada indikasi keharaman. Akan tetapi bila hal itu dilakukan oleh  orang  lain (ajnabi), maka mutlak dilarang. Gambar porno tidaklah menjadi obyek Hukum, sebab gambar bukan mukallaf dan Hukum tidak bisa dikaitkan dengan pelaku dalam gambar tersebut. Pemirsa gambar itu juga tidak dikenai Hukum, karena ia tidak melihat “Bodi Manusia”. hal yang dilarang dalam hukum eksoteris hanyalah antara manusia dan manusia, sedangkan gambar (dalam kertas, film, kaca) jelas bukan manusia yang pada hakekatnya tidak bisa dinikmati secara seksual-biologis.
Menyorot dampak Pornografi, yang dikedepankan  adalah teori sadd al-dzari’ah, yakni tindakan dini guna mencegah hal negatif yang bakal timbul dari suatu  perbuatan yang secara lahiriah diperbolehkan. bila dampaknya posistif (pasti) negatif, maka perbuatan itu dilarang karena dianggap sebagai perbuatan pengantar atas perbuatan negatif dan hukumnyapun negatif. bila dampaknya positif tidak negatif, maka boleh hukumnya dan bila dampak itu tak menentu, hukumnya cenderung dilarang.
Kaum esoteris dan pemuja etika memandang perbuatan manusia tidak terpaku pada Hukum  Fiqih. “ Fiqih bukanlah hukum satu-satunya yang berbicara atas nama agama. Di atas fiqih terdapat aturan-aturan yang sangat santun dan hati-hati menyikapi hal negatif jauh sebelum realistisnya.
       Syari’ah (sebagai hukum Islam secara keseluruhan) bergerak pada semua sisi kehidupan manusia, tidak terpaku pada hukum halal-haram saja, melainkan merambah pada dataran nilai, nilai  (value) tertinggi dan Tuhan memandang manusia dari sisi amalnya yang terbaik (ayyukum ahsanu ‘amala).
  Meski dalam pornografi bisa dilihat dari sudut seni, akan tetapi seni itu sendiri adalah  kreasi manusia yang tidak bisa lepas dari ikatan-ikatan norma sebagai mana layaknya kreasi manusia yang lain. Jadi  seni  bukanlah “Tuhan” yang bebas berbuat, bukan pula penguasa buta yang semena-mena dan menafikan segala norma yang ada.
Pornografi pada awal kalinya bisa diposisikan sebagai sesuatu yang  kosong tanpa ada hukum yang Me-lebel-i. Baru ada hukum setelah ia terkait dengan kegunaan dan pemanfaatan manusia. Bagi keluarga yang tidak menemukan kebahagiaan biologis sehingga mengancam kesakinahan rumah tangga, pornografi mungkin dapat dijadikan sarana menggairahkan hubungan seksual antar suami-istri demi keharmonisan keluarga, apalagi bila dokter ahli menganjurkan hal demikian. Akan tetapi bila pornografi hanyalah sebuah kerja hedonis atau memburu kenikmatan nafsu yang pada umumnya berakibat negatif, maka pornografi jelas sebagai pengantar suatu perbuatan negatif, dan itu dilarang. waallahu a’lam bisshawab. dimuat dihttp://bata-bata.net/pornografi-dalam-sketsa-syariah-islam/
* Penulis adalah Alumni Bata-Bata, saat ini menempuh kuliah di Ma'had Aly Hasym Asy'ari, dan UNHASY, Jombang




Minggu, 30 November 2014

Toleransi Beragama Dalam Islam

Sebelum berbicara banyak tentang toleransi agama ada baiknya, kita bahas kata “toleransi” itu sendiri, kata toleransi berasal dari kata  toleran yang artinya bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yg berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri, sedangkan  dalam bahasa Arab disebut ”tasamuh” artinya kemurahan hati, saling mengizinkan, saling memudahkan.

Kemudian kata “Islam” berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh. Makna tersebut menegaskan bahwa Islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk mewujudkan kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan hidup umat manusia dan seluruh alam raya. Islam ialah agama yang diturunkan Allah sejak manusia pertama,  yaitu Nabi Adam AS.  Kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi dan Rasul-rasul berikutnya. Dengan misi mulia sebagaimana tersebut di atas, maka Islam merupakan agama rahmat bagi alam semesta.

Islam berfungsi sebagai rahmat bagi sekalian alam yang mana tidak tergantung pada penerimaan atau penilaian manusia. Wujud rahmat Allah pada ajaran Islam antara lain  adalah: Pertama, Islam membawa manusia menempuh jalan hidup yang benar. Kedua, Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan Allah secara bertanggung jawab. Ketiga, Islam menghargai dan menghormati semua manusia sebagai hamba Allah, baik muslim maupun nonmuslim. Keempat, Islam mengatur pemanfaatan alam secara baik dan proporsional. Kelima, Islam menghormati kondisi spesifik individu/ keunikan individu dan memberikan perlakuan yang spesifik pula.

Ajaran tentang toleransi dalam islam bukanlah ajaran baru yang dibawa nabi Muhammad Saw, melainkan adalah ajaran yang sudah sejak lama dipraktekan para nabi terdahulu. Sikap toleransi merupakan wujud dari prinsip persamaan yang menimbulkan sifat tolong menolong dan sikap kepedulian sosial di antara sesama warga masyarakat, yang pada gilirannya akan melahirkan rasa persatuan dan solidaritas sosial yang kuat dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “la ikraha fid-din, dan  ayat “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami”  adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.

Dan  toleransi disisni  bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup.  Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah. Ia begitu sensitif, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam.

Intinya toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak asing lagi dan bahkan mengeksistensi sejak Islam itu ada. Karena sifatnya yang organik, maka toleransi di dalam Islam hanyalah persoalan implementasi dan komitmen untuk mempraktikkannya secara konsisten. Namun, toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya. Justru dengan sikap toleran yang amat indah inilah, sejarah peradaban Islam telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam tinta emas oleh sejarah peradaban dunia hingga hari ini dan insyaallah di masadepan.Wallhua’lambissawab 



           

Sabtu, 29 November 2014

Bercicit Di Dunia Maya


Trenblogging saat ini mulai bergeser ke arah microblogging. Penyebabnya apalagi kalau bukan salah satu jejaring sosial yang hanya menyediakan ruang sebanyak 140 karakter untuk berekspresi.Ya, Twitter saat ini sedang naik daun. Bagi yang memiliki akun Twitter, pasti terbayang akan keasyikan nge-tweet. Saat ini microblogging mulai merambah ke area yang lebih luas dalam penggunaannya. Dahulu, microblogging hanya digunakan untuk membagi ide atau bercanda dengan teman. Kini, manusia berusaha memaksimalkan penggunaan microblogging ini untuk berbisnis, promosi, sampai media informasi dan corong politik.
Fenomena microblogging tampaknya sedang menjangkiti masyarakat dunia. Setiap hari, sepertinya tak ada waktu yang terlewati tanpa bersentuhan dan berhubungan langsung dengan dunia maya. Layanan jejaring social dan penyedia microblogging seperti Facebook, Twitter, whats app, Bbm, Line, instagram, Kronologger, dan lainnya kebanjiran peminat, dan makin lama penggunanya makin bertambah.
Secara garis besar, definisi microblogging adalah suatu bentuk blog yang memungkinkan penggunanya untuk menulis teks pembaharuan singkat yang biasanya kurang dari 200 karakter dan mempublikasikannya, baik untuk dilihat semua orang atau kelompok terbatas yang dipilih oleh pengguna tersebut. Pesan-pesan ini dapat dikirim melalui berbagai cara yaitu melalui SMS, pesan instan, email, digital audio atau web. Berbeda dengan blog, microblogging memiliki ukuran yang lebih kecil dari blog yang sebenarnya. Namun tujuannya tetap sama yaitu pengguna layanan ini menulis topik tertentu. Selain itu, mereka juga dapat memberikan komentar kepada yang melibatkan berjuta-juta pengguna internet di seluruh dunia sepanjang ini.
Ketika kita berbicara fungsi, sebenarnya banyak fungsi positif dari microblogging. Sayangnya, masih banyak pengguna yang meng-update status hanya untuk pamer barang terbaru, menyuarakan suasana hati, atau paling banter memproklamirkan ke-eksisannya, sedang hang out lah, lagi galaulah atau status yang kurang ada manfaatnya bagi yang lain. Padahal, manfaat microblogging lebih dari itu. Pertama, sangat efektif untuk melakukan live report dan jika hal ini dilakukan dengan kontinuitas, maka bisa mengasah karakter sipengguna untuk menjadi seorang jurnalis. Kedua, microblogging membuat penggunanya update dengan berita terbaru dari seluruh penjuru dunia. Sehingga sang pengguna tidak ketinggalan berita. Ketiga, sebagai sarana publikasi dan pemasaran yang akhir-akhir ini sedang booming.
          Microblogging bisa digunakan sebagai pendororong gerakan perubahan masyarakat, mulai dari suatu yang positif misalnnya sebagai wadah untuk mengkampanyekan kerjasosial, pergerakan, perubahan serta pendidikan kearah yang lebih baik. Microbloging bila dimanfaatkan dengan baik, juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana berdakwah.

          Dari paparan di atas bisa disimpulkan bahwa microblogging dengan segala tetek bengeknya ibarat dua mata pisau. Bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari (positif), seperti mengupas bawang, mengupas buah. Disisi lain pisau juga bisa digunakan untuk memotong leher (negative), jadi semua tergantung bagaimana kita menggunakannya.[]

Sabtu, 22 November 2014

Mengintip Tradisi Tahlilan

Salah satu tradisi kaum muslimin khususnya kaum Nahdiyyin, adalah Tahlil atau disebut juga dengan istilah Tahlilan, tradisi ini biasanya identik dengan suatu perkumpulan dalam rangka berdo’a, yang di kemas dengan bacaan Al Qur’an, Dzikir, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Shalawat, dan bacaan lainnya, yang mana pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia. Walaupun arti sebenarnya tahlil itu sendiri adalah bacaan “Laailaaha illallaah”, penyebutan istilah tersebut dalam sastra Arab disebut dengan istilah “itlakul juz’i wa irodhatil qulli “ yang artinya “ menyebutkan sebagian, tapi yang dimaksud adalah seluruhnya”. Tahlil sendiri adalah sebagian dari beberapa macam dzikir yang dibaca pada acara tersebut.
Sebenarnya  tradisi bacaan Tahlil atau tahlilan sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin sekarang ini, tidak di jumpai  secara khusus pada zaman nabi Muhammad SAW. dan para sahabatnya. Tetapi tradisi itu mulai ada sejak zaman ulama muta’akhirin (khalaf) sekitar abad ke-11 hijriyah yang mereka lakukan berdasarkan istinbath dari Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW, lalu mereka menyusun rangkaian bacaan tahlil, mengamalkannya secara rutin dan mengajarkannya kepada kaum muslimin.
Entah siapa sebenarnya yg pertama kali menyusun rangkaian bacaan tahlil dan mentradisikannya, tetapi hal tersebut pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail oleh para kyai Ahli Thariqah. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa yang pertama kali menyusun tahlil adalah Sayyid Ja’far Al- Barzanji. Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa yang menyusun tahlil pertama kali adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad.
Dari kedua pendapat di atas pendapat yang paling Rajih (kuat) tentang siapa penyusun pertama rangkaian bacaan tahlil adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Hal itu didasarkan pada argumentasi bahwa Imam Al- Haddad yang wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada Sayyid Ja’far Al – Barzanji yang wafat pada tahun 1177 H.
Statemen tersebut diperkuat lagi oleh tulisan Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam syarah Ratib Al Haddad, bahwa konon kebiasaan imam Abdullah Al Haddad stelah membaca Ratib adalah membaca tahlil dan para jamaah yang hadir dalam majlis Al-Haddad ikut membaca tahlil secara bersama-sama, tidak ada yang saling mendahului di antara mereka sampai beratus-ratus kali.
Seiring dengan kemajuan zaman acara tahlilan sering dipertentangkan oleh para pembaharu ataupun para modernis yang berkedok Islam, tahlilan dianggap acara yang keliru dengan alasan bahwa acara tersebut tidak ada landasan dari Al Qur’an atau dianggap menyebabkan orang gampang berbuat dosa, karena nanti dapat ditebus dengan mengadakan slametan atau tahlilan dan sebagainya yang mudah dilakukan oleh orang-orang yang mampu.
Dan ada pula  yang mengatakan tahlil itu adalah kegagalan perjuangan ulama terdahulu yang belum sempat menghapus acara tersebut, dikarenakan acara tersebut sudah mengakar dalam masyarakat dan sangat sulit untuk menghapusnya dan dibutuhkan waktu yang lama untuk menghapusnya hingga sampai sekarang ini, dan masih banyak lagi alasan yang yang mereka lontarkan untuk menghujat acara tahlilan ini .
Tradisi Tahlilan yang sampai sekarang semakin mengakar dilakukan sebagian besar kaum muslimin di Dunia terutama di Indonesia, terkhusus lagi kaum nahdiyyin dari satu sisi dapat kita nilai sebagai suatu keberhasilan para muballigh, para kyai dan para ulama terdahulu, yang harus disyukuri dan dibenahi serta di paripurnakan. Bukan disalahkan dan diprogramkan untuk dihapus secara total, karena ketika Islam baru muncul ke Indonesia, ketika salah seorang dari mereka meninggal dunia, maka tradisi yang dilakukan oleh keluarga, kerabat dan para tetangganya adalah meratapi si mayit dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, seperti bermain kartu, judi, sabung ayam, minum minuman keras dan bahkan praktek perzinahan , Naudzu billahi min dzalik.
Setelah kedatangan para muballigh secara berangsur-angsur, beliau-beliau berusaha dengan sabar dan perlahan-lahan mengajak mereka membaca atau mengucapkan kalimah thayyibah dan bacaan-bacaan lainnya. Sehingga lama kelamaan acara ini berlangsung hingga sampai sekarang ini yang kita sebut dengan acara “tahlilan”
Jika kita tilik dari segi kemanfaatannya , tradisi tahlilan tersebut sangat banyak manfaatnya baik untuk personal maupun untuk khalayak umum, diantara kemanfaatan yang dapat di petik anatara lain : Pertama Sebagai ikhtiar (usaha) bertaubat kepada Allah SWT untuk diri sendiri dan saudara yang telah meninggal dunia. kedua Untuk mengingatkan bahwa akhir hidup di dunia ini adalah kematian, yang setiap jiwa tidak akanterlewati. Ketiga sebagai media konsolidasi hubungan ukhuwah antara sesama muslim. keempat sebagai salah satu media untuk menyejukkan rohani Ditengah hiruk pikuk dunia. kelima Sebagai manifestasi dari rasa cinta sekaligus penenang hati bagi keluarga almarhum yang sedang dirundung duka. Keenam Tahlil merupakan salah satu bentuk media yang efektif untuk dakwah islamiyah.dan yang ketujuh tahlil juga sebagai realisasi birrul walidain seorang anak kepada kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia.
Terlepas dari manfaat yang telah penulis paparkan, Seringkali terjadi ekses (berlebih-lebihan) di dalam pelaksanaan tahlilan, baik mengenai “frekuensi” nya maupun suguhannya atau ekses dalam sikap batinnya (seperti merasa sudah pasti amal orang yang ditahlili diterima Allah SWT dan segala dosanya sudah diampuni oleh-Nya, kalau sudah ditahlili atau dihauli). Sikap “memastikan” inilah yang bertentangan dengan syari’at agama. Ekses-ekses inilah yang harus menjadi garapan wajib para pemimpin umat, dan kita semua  untuk meluruskannya. Memang jika kita teliti masih banyak amalan-amalan kaum muslimin yang belum sesuai benar dengan ajaran Islam, Sedangkan agama Islam itu sendiri sudah sangat paripurna. wallahu a’lambisshawab *Diolah dari berbagai sumber

Selasa, 18 November 2014

Mengelola Bumi Tuhan



إن الحمد لله، نحمده، ونستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، صلى الله عليه، وعلى آله وصحبه، وسلم تسليما كثيرا. اما بعد.اتقوا الله ما استطتم فقد فاز المتقون, اعوذ بالله من الشيطان الرجيم: وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُباً . ,صدق الله العظيم.
            Bahwa salah satu tugas khalifah yaitu me-manage bumi, manusia oleh Allah di tunjuk sebagai khalifah ini tidak berbekal spiritual melainkan berbekal Ilmu, hal ini tergambar ketika Allah SWT. Menyampaikan program dihadapan makhluk langit (sekawanan malaikat) “ bahwa Allah SWT. Akan menciptakan khalifah di muka bumi”  justru makhluk langitlah  yang pertama kali protes dan demo sedemikian pedas  dengan memprogandakan hal yang paling negative (makhluk itu pasti suka merusak dan suka menumpahkan darah) dan  dengan PEDEnya para malaikat mengatakan dirinya makhluk yang paling suci dan menyatakan dirinya makhluk yang selalu bertasbih kepada alllah, sebuah alasan yang sangat logis, tetapi hal tersebut hanya di pahami oleh logika malaikat bukan logika tuhan. Apa jawab Alllah, ketika melihat demo makhluknya ini, protes dari orang yang tidak level tidak perlu dijawab dengan logika mereka cukup di pinggirkan saja, kamu itu tau apa? (inni a’lamu mala ta’lamun).
            Ternyata Adam di tunjuk sebagai khalifah untuk mengelola bumi (Al-ard) bukan mengelola langit (As-Sama’). Maka Allah memberi tahukan bahwa untuk mengelola bumi bukan dengan tahmid, taqdis, tasbih apalagi di istighosahin, jadi yang di perlukan untuk memenage bumi adalah ilmu, maka allah memberikan ilmu terlebih dahulu kepada nabi adam (wa a’llama aadamal al-asma’) itu memberi indikasi bahwa siapapun yang merasa adak Adam yang sudah dibumi mau tidak mau harus menuntut ilmu, karena kita bukan tinggal di langit .
            Selanjutnya seberapa perolehan kita terhadap ilmu tersebut ? itu di serahkan kepada kemampuan masing-masing. Jadi justru dengan ilmu inilah bumi menjadi maju bukan dengan wiridan, tapi sekali lagi ini hanya khusus pengelolaan. Akhirnya  sekawanan malaikat  itu sujud tunduk terhadap nabi adam setelah di tes oleh Allah dan dia tidak bisa menjawabnya dan  (maaf) adam bisa karena soal dan jawabanan sudah di bocorkan terlebih dahulu, dan itu wewenang tuhan. 
            Yang perlu digaris bawahi ketika adam mengalami problemnya sendiri, dideportasi dari surga, ilmunya tidak bisa mengatasi problem yang beliau di hadapi, adam di beri ilmu yang kedua yaitu bagaimana cara bertaubat (fatalaqqo adamu min robbihi kalimatin fataba alaihi) hal tersebut memberi indikasi bahwa sebuah pendidikan tidak bisa hanya mengandalkan sekedar sebuah ilmu, jika hanya ilmu yang di kedepankan maka prediksi  malaikat itu akan terwujud. Ilmu itu berpotensi merusak dan saling membunuh karena tidak di barengi dengan moral, tapi Cuma moral saja tidak bisa memajukan. Karena, pertanian, tehnologi  tidak bisa dibacakan alif lam mim,  ekonomi  tidak bisa sekedar di bacakan waqiah. Untuk itu di perlukan perpaduan antara ikhtiyar lahiriyah (ilmu) dengan spiritual batiniyah (sufistik )sehingga ilmu yang dipadukan dengan spiritual malaikat jika berada dalam diri seorang muslim untuk beribadah kepada Allah maka manusia mukmin tersebut pangkatnya jauh di banding kawanan malaikat.
            Ayat yang di kemukakan di muka tadi memberi gambaran betapa nabi Musa AS, yang congkak, merasa sebuah nabi yang hebat dan sangat sakti. Lalu dengan caranya sendiri allah SWT. Menegur  “hai musa bahwa di atas langit masih ada langit” dan siapa dia? cari saja di sini dan di sini. Itulah sebabnya nabi Musa sangat terganggu atas jawaban tuhan itu dan sangat ingin memburu siapa orang yang lebih darinya. Maka dengan tegas dia mempersiapkan bersama ajudannya untuk pergi ke tempat bertemunya dua lautan (majmaal bahrain) dengan membawa bekal  secukupnya. Setelah melewati perjalanan begitu panjang dan jauh akhirnya ketemulah dengan hamba allah yang memiliki ilmu langsung dari allah.
            Yang perlu digaris bawahi adalah sesungguhnya ilmu itu harus di buru, kita tidak bisa hanya dengan berpangku tangan seperti halnya nabi musa susah payah dengan untuk menemui sang guru. Sama dengan santri berburu tempat pendidikan yang baik dan seorang guru yang terbaik sebagaimana nabi musa memburu nabi khidir.
            Kita mengetahui bahwa tiga tes yang di ajukan nabi khidir kepada nabi musa dan ketiga-tiganya gagal, nabi musa tidak lulus tetapi meskipun begitu beliau tetap seorang nabi yang luar biasa. Dalam jurnal  Al-qur-an menunjuk khidir yang artinya hijau, karena kesaktian beliau setiap bumi yang dipijaknya menjadi subur, nama asli beliau balya bin malkan, pertanyaannya apakah beliau masih hidup sebgaaimana anggapan semua orang?
            Hal ini memang menjadi kontrofersi dikalangan ulama’ tetapi, Imam ibnu katsir dengan tegasnya  mengatakan bahwa beliau sudah wafat karena hal tersebut mengganggu eksistensi kenabian nabi Muhammad , jadi selama nabi masih eksis tidak ada nabi sebelumnya yang masih hidup, karena beliau penutup para nabi dan rosul.   
            Mudah mudahan kita bisa mendalami ilmu baik ilmu yang muktasaf dan ilmu kasaf dengan cara yang benar sesuai dengan tuntutan Allah. Amin ya rabbal a’lamin…
بَرَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأنِ الْعَظِيْمِ ,وَنَفَعَنِيْ وَاِيَّاكُمْ وَبِمَا فِيْهِ مِنَ الْاَيَةِ الْقُرْانِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ,وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَاِيَّاكُمْ اِنَّهُ سَمِيْعٌ الْعَالِم وَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَ الْغُفُوْرُ الْرَّحِيْمُ
.Oleh: KH. A. Mustain Syafi’I, M.Ag


AGAMA PUNYA SERIBU NYAWA



Judul : Agama Punya Seribu Nyawa
Penulis: komarudin hidayat
Penerbit : Noura books, Jakarta
Cetakan :  II, juli 2012
Tebal : xxv + 281
Peresensi : Muhammad ali ridho

Judul buku ini “Agama Punya Seribu Nyawa” cukup menarik perhatian orang yang membacanya, apakah memang benar Agama mempunyai 1000 nyawa ?.
Kalimat yang digunakan Prof. Komaruddin Hidayat  itu hanyalah ungkapan metaforik untuk menyatakan bahwa  ternyata sepanjang sejarah manusia Agama selalu hadir meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi modern semakin maju dan membuat gaya hidup manusia modern merasa semakin nyaman, dan semakin berkurang kebutuhannya pada Agama.
Sebelum, membuktikan pernyataan diatas, dalam bukunya Prof. Komaruddin Hidayat menjelaskan terlebih dahulu makna “Agama atau keberagamaan”. Agama mudah diucapkan dan diuraikan oleh semua orang namun sangat sulit didefinisikan oleh para ilmuawan. Maka, tidaklah mengherankan jika ditemukan begitu beragam dan uraian tentang arti “Agama” dan ‘keberagamaan” baik dalam pengertian etimologi atau terminologi. Ada pakar yang mengatakan bahwa, Agama terdiri dari kata “A” yang berarti tidak dan “Gama” yang berarti kacau, sehingga bermakna “tidak kacau” atau diistilahkan sebagai tuntunan yang melahirkan keteraturan. Sedangkan Al-Quran, menunjuk kata Ad-ddin untuk menjelaskn kata “Agama” yang mengandung arti hubungan antara dua belah pihak, yang salah satunya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.
Selanjutnya, dalam bukunya tersebut Prof. Komaruddin Hidayat menjelaskan, pada kenyataanya pada zaman sekarang sebagian orang mulai mencaci dan membenci Agama karena beranggapan bahwa Agama hanyalah sebagai sumber pertikaian, dan eksistensinya pun telah disaingi oleh iptek modern. Namun demikian, nyatanya penduduk dunia masih tetap memerlukan Agama dan menyakini adanya Tuhan. Terlebih lagi negara kita indonesia, dimana negara tidak memberikan ruang pada warganya yang tidak beragama dan tidak percaya pada Tuhan.
Oleh karena itu, Agama sampai kapanpun tidak akan pernah mati dan tidak akan mati, selama manusia masih memiliki sifat-sifat mendasar sebagai manusia itu sendiri, mulai manusia pertama hingga manusia terakhir kelak.
Buku ini “Agama Punya Seribu Nyawa” merupakan kumpulan esai  yang tercecer di media yang kemudian di terbitkan kembali oleh Naura Books,  artikel-artikel itu kemudian dikelompokkan menjadi lima  bagian. Pertama, Hakikat beragama. Kedua, Ibadah dan nilai sosial. Ketiga, Radikalisme Agama. Keempat, Dunia Islam nusantara dan yang terakhir, Agama takkan mati.
Beragam komentar tentang buku ini diantaranya yang dilontarkan oleh M. Amin Abdullah, guru besar UIN Sunan Kalijaga “Penulis melalui buku ini, menguraikan dengan jelas dan tajam tentang, Agama, apapun dan di manapun, punya kekuatan ajustibitas yang sangat tinggi terhadap lingkungan sekitar dan zaman yang dilaluinya.” buku ini juga dikomentari oleh Yudi Latif, Cendikawan muslim “buku ini melakukan penziarahan atas pengalaman keagamaan sehari-hari, memberikan refleksi kritis dan mengisahkannya kembali dalam bahasa yang sederhana dan memikat, guna menghadirkan modus beragama yang berparas bunga”.
Hemat penulis, melalui buku ini Prof. Komaruddin Hidayat  mengajak agar kita melihat Agama dengan berbagai ragam ekspresi penganutnya dalam perspektif positif dan kriris. Positif berarti menjadikan nilai-nilai Agama sebagai kekuatan progresif-konstruktif bagi kemajuan dan kemaslahatan umat manusia. Kritis  berarti menyikapi berbagai ekspresi keagamaan yang destruktif dan menyimpang dari nilai-nilai luhur agama itu sendiri agar kembali pada nilai-nilai agama yang sesungguhnya. Selain itu, bagaimana melalui buku ini Prof. Komaruddin Hidayat  juga mengajak kita untuk membincangkan persoalan-persoalan keagamaan yang sering kita jumpai sehari-hari seperti makna Agama, arti ibadah sosial, Islam Nusantara, terlebih lagi, Radikalisasi Agama. Dan Agama dapat bertahan hingga saat ini tak lain karena nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. (Resensi ini pernah dimuat di Tebuireng.org)