Minggu, 30 November 2014

Toleransi Beragama Dalam Islam

Sebelum berbicara banyak tentang toleransi agama ada baiknya, kita bahas kata “toleransi” itu sendiri, kata toleransi berasal dari kata  toleran yang artinya bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yg berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri, sedangkan  dalam bahasa Arab disebut ”tasamuh” artinya kemurahan hati, saling mengizinkan, saling memudahkan.

Kemudian kata “Islam” berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh. Makna tersebut menegaskan bahwa Islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk mewujudkan kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan hidup umat manusia dan seluruh alam raya. Islam ialah agama yang diturunkan Allah sejak manusia pertama,  yaitu Nabi Adam AS.  Kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi dan Rasul-rasul berikutnya. Dengan misi mulia sebagaimana tersebut di atas, maka Islam merupakan agama rahmat bagi alam semesta.

Islam berfungsi sebagai rahmat bagi sekalian alam yang mana tidak tergantung pada penerimaan atau penilaian manusia. Wujud rahmat Allah pada ajaran Islam antara lain  adalah: Pertama, Islam membawa manusia menempuh jalan hidup yang benar. Kedua, Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan Allah secara bertanggung jawab. Ketiga, Islam menghargai dan menghormati semua manusia sebagai hamba Allah, baik muslim maupun nonmuslim. Keempat, Islam mengatur pemanfaatan alam secara baik dan proporsional. Kelima, Islam menghormati kondisi spesifik individu/ keunikan individu dan memberikan perlakuan yang spesifik pula.

Ajaran tentang toleransi dalam islam bukanlah ajaran baru yang dibawa nabi Muhammad Saw, melainkan adalah ajaran yang sudah sejak lama dipraktekan para nabi terdahulu. Sikap toleransi merupakan wujud dari prinsip persamaan yang menimbulkan sifat tolong menolong dan sikap kepedulian sosial di antara sesama warga masyarakat, yang pada gilirannya akan melahirkan rasa persatuan dan solidaritas sosial yang kuat dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “la ikraha fid-din, dan  ayat “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami”  adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.

Dan  toleransi disisni  bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup.  Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah. Ia begitu sensitif, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam.

Intinya toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak asing lagi dan bahkan mengeksistensi sejak Islam itu ada. Karena sifatnya yang organik, maka toleransi di dalam Islam hanyalah persoalan implementasi dan komitmen untuk mempraktikkannya secara konsisten. Namun, toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya. Justru dengan sikap toleran yang amat indah inilah, sejarah peradaban Islam telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam tinta emas oleh sejarah peradaban dunia hingga hari ini dan insyaallah di masadepan.Wallhua’lambissawab 



           

Sabtu, 29 November 2014

Bercicit Di Dunia Maya


Trenblogging saat ini mulai bergeser ke arah microblogging. Penyebabnya apalagi kalau bukan salah satu jejaring sosial yang hanya menyediakan ruang sebanyak 140 karakter untuk berekspresi.Ya, Twitter saat ini sedang naik daun. Bagi yang memiliki akun Twitter, pasti terbayang akan keasyikan nge-tweet. Saat ini microblogging mulai merambah ke area yang lebih luas dalam penggunaannya. Dahulu, microblogging hanya digunakan untuk membagi ide atau bercanda dengan teman. Kini, manusia berusaha memaksimalkan penggunaan microblogging ini untuk berbisnis, promosi, sampai media informasi dan corong politik.
Fenomena microblogging tampaknya sedang menjangkiti masyarakat dunia. Setiap hari, sepertinya tak ada waktu yang terlewati tanpa bersentuhan dan berhubungan langsung dengan dunia maya. Layanan jejaring social dan penyedia microblogging seperti Facebook, Twitter, whats app, Bbm, Line, instagram, Kronologger, dan lainnya kebanjiran peminat, dan makin lama penggunanya makin bertambah.
Secara garis besar, definisi microblogging adalah suatu bentuk blog yang memungkinkan penggunanya untuk menulis teks pembaharuan singkat yang biasanya kurang dari 200 karakter dan mempublikasikannya, baik untuk dilihat semua orang atau kelompok terbatas yang dipilih oleh pengguna tersebut. Pesan-pesan ini dapat dikirim melalui berbagai cara yaitu melalui SMS, pesan instan, email, digital audio atau web. Berbeda dengan blog, microblogging memiliki ukuran yang lebih kecil dari blog yang sebenarnya. Namun tujuannya tetap sama yaitu pengguna layanan ini menulis topik tertentu. Selain itu, mereka juga dapat memberikan komentar kepada yang melibatkan berjuta-juta pengguna internet di seluruh dunia sepanjang ini.
Ketika kita berbicara fungsi, sebenarnya banyak fungsi positif dari microblogging. Sayangnya, masih banyak pengguna yang meng-update status hanya untuk pamer barang terbaru, menyuarakan suasana hati, atau paling banter memproklamirkan ke-eksisannya, sedang hang out lah, lagi galaulah atau status yang kurang ada manfaatnya bagi yang lain. Padahal, manfaat microblogging lebih dari itu. Pertama, sangat efektif untuk melakukan live report dan jika hal ini dilakukan dengan kontinuitas, maka bisa mengasah karakter sipengguna untuk menjadi seorang jurnalis. Kedua, microblogging membuat penggunanya update dengan berita terbaru dari seluruh penjuru dunia. Sehingga sang pengguna tidak ketinggalan berita. Ketiga, sebagai sarana publikasi dan pemasaran yang akhir-akhir ini sedang booming.
          Microblogging bisa digunakan sebagai pendororong gerakan perubahan masyarakat, mulai dari suatu yang positif misalnnya sebagai wadah untuk mengkampanyekan kerjasosial, pergerakan, perubahan serta pendidikan kearah yang lebih baik. Microbloging bila dimanfaatkan dengan baik, juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana berdakwah.

          Dari paparan di atas bisa disimpulkan bahwa microblogging dengan segala tetek bengeknya ibarat dua mata pisau. Bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari (positif), seperti mengupas bawang, mengupas buah. Disisi lain pisau juga bisa digunakan untuk memotong leher (negative), jadi semua tergantung bagaimana kita menggunakannya.[]

Sabtu, 22 November 2014

Mengintip Tradisi Tahlilan

Salah satu tradisi kaum muslimin khususnya kaum Nahdiyyin, adalah Tahlil atau disebut juga dengan istilah Tahlilan, tradisi ini biasanya identik dengan suatu perkumpulan dalam rangka berdo’a, yang di kemas dengan bacaan Al Qur’an, Dzikir, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Shalawat, dan bacaan lainnya, yang mana pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia. Walaupun arti sebenarnya tahlil itu sendiri adalah bacaan “Laailaaha illallaah”, penyebutan istilah tersebut dalam sastra Arab disebut dengan istilah “itlakul juz’i wa irodhatil qulli “ yang artinya “ menyebutkan sebagian, tapi yang dimaksud adalah seluruhnya”. Tahlil sendiri adalah sebagian dari beberapa macam dzikir yang dibaca pada acara tersebut.
Sebenarnya  tradisi bacaan Tahlil atau tahlilan sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin sekarang ini, tidak di jumpai  secara khusus pada zaman nabi Muhammad SAW. dan para sahabatnya. Tetapi tradisi itu mulai ada sejak zaman ulama muta’akhirin (khalaf) sekitar abad ke-11 hijriyah yang mereka lakukan berdasarkan istinbath dari Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW, lalu mereka menyusun rangkaian bacaan tahlil, mengamalkannya secara rutin dan mengajarkannya kepada kaum muslimin.
Entah siapa sebenarnya yg pertama kali menyusun rangkaian bacaan tahlil dan mentradisikannya, tetapi hal tersebut pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail oleh para kyai Ahli Thariqah. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa yang pertama kali menyusun tahlil adalah Sayyid Ja’far Al- Barzanji. Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa yang menyusun tahlil pertama kali adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad.
Dari kedua pendapat di atas pendapat yang paling Rajih (kuat) tentang siapa penyusun pertama rangkaian bacaan tahlil adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Hal itu didasarkan pada argumentasi bahwa Imam Al- Haddad yang wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada Sayyid Ja’far Al – Barzanji yang wafat pada tahun 1177 H.
Statemen tersebut diperkuat lagi oleh tulisan Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam syarah Ratib Al Haddad, bahwa konon kebiasaan imam Abdullah Al Haddad stelah membaca Ratib adalah membaca tahlil dan para jamaah yang hadir dalam majlis Al-Haddad ikut membaca tahlil secara bersama-sama, tidak ada yang saling mendahului di antara mereka sampai beratus-ratus kali.
Seiring dengan kemajuan zaman acara tahlilan sering dipertentangkan oleh para pembaharu ataupun para modernis yang berkedok Islam, tahlilan dianggap acara yang keliru dengan alasan bahwa acara tersebut tidak ada landasan dari Al Qur’an atau dianggap menyebabkan orang gampang berbuat dosa, karena nanti dapat ditebus dengan mengadakan slametan atau tahlilan dan sebagainya yang mudah dilakukan oleh orang-orang yang mampu.
Dan ada pula  yang mengatakan tahlil itu adalah kegagalan perjuangan ulama terdahulu yang belum sempat menghapus acara tersebut, dikarenakan acara tersebut sudah mengakar dalam masyarakat dan sangat sulit untuk menghapusnya dan dibutuhkan waktu yang lama untuk menghapusnya hingga sampai sekarang ini, dan masih banyak lagi alasan yang yang mereka lontarkan untuk menghujat acara tahlilan ini .
Tradisi Tahlilan yang sampai sekarang semakin mengakar dilakukan sebagian besar kaum muslimin di Dunia terutama di Indonesia, terkhusus lagi kaum nahdiyyin dari satu sisi dapat kita nilai sebagai suatu keberhasilan para muballigh, para kyai dan para ulama terdahulu, yang harus disyukuri dan dibenahi serta di paripurnakan. Bukan disalahkan dan diprogramkan untuk dihapus secara total, karena ketika Islam baru muncul ke Indonesia, ketika salah seorang dari mereka meninggal dunia, maka tradisi yang dilakukan oleh keluarga, kerabat dan para tetangganya adalah meratapi si mayit dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, seperti bermain kartu, judi, sabung ayam, minum minuman keras dan bahkan praktek perzinahan , Naudzu billahi min dzalik.
Setelah kedatangan para muballigh secara berangsur-angsur, beliau-beliau berusaha dengan sabar dan perlahan-lahan mengajak mereka membaca atau mengucapkan kalimah thayyibah dan bacaan-bacaan lainnya. Sehingga lama kelamaan acara ini berlangsung hingga sampai sekarang ini yang kita sebut dengan acara “tahlilan”
Jika kita tilik dari segi kemanfaatannya , tradisi tahlilan tersebut sangat banyak manfaatnya baik untuk personal maupun untuk khalayak umum, diantara kemanfaatan yang dapat di petik anatara lain : Pertama Sebagai ikhtiar (usaha) bertaubat kepada Allah SWT untuk diri sendiri dan saudara yang telah meninggal dunia. kedua Untuk mengingatkan bahwa akhir hidup di dunia ini adalah kematian, yang setiap jiwa tidak akanterlewati. Ketiga sebagai media konsolidasi hubungan ukhuwah antara sesama muslim. keempat sebagai salah satu media untuk menyejukkan rohani Ditengah hiruk pikuk dunia. kelima Sebagai manifestasi dari rasa cinta sekaligus penenang hati bagi keluarga almarhum yang sedang dirundung duka. Keenam Tahlil merupakan salah satu bentuk media yang efektif untuk dakwah islamiyah.dan yang ketujuh tahlil juga sebagai realisasi birrul walidain seorang anak kepada kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia.
Terlepas dari manfaat yang telah penulis paparkan, Seringkali terjadi ekses (berlebih-lebihan) di dalam pelaksanaan tahlilan, baik mengenai “frekuensi” nya maupun suguhannya atau ekses dalam sikap batinnya (seperti merasa sudah pasti amal orang yang ditahlili diterima Allah SWT dan segala dosanya sudah diampuni oleh-Nya, kalau sudah ditahlili atau dihauli). Sikap “memastikan” inilah yang bertentangan dengan syari’at agama. Ekses-ekses inilah yang harus menjadi garapan wajib para pemimpin umat, dan kita semua  untuk meluruskannya. Memang jika kita teliti masih banyak amalan-amalan kaum muslimin yang belum sesuai benar dengan ajaran Islam, Sedangkan agama Islam itu sendiri sudah sangat paripurna. wallahu a’lambisshawab *Diolah dari berbagai sumber

Selasa, 18 November 2014

Mengelola Bumi Tuhan



إن الحمد لله، نحمده، ونستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، صلى الله عليه، وعلى آله وصحبه، وسلم تسليما كثيرا. اما بعد.اتقوا الله ما استطتم فقد فاز المتقون, اعوذ بالله من الشيطان الرجيم: وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُباً . ,صدق الله العظيم.
            Bahwa salah satu tugas khalifah yaitu me-manage bumi, manusia oleh Allah di tunjuk sebagai khalifah ini tidak berbekal spiritual melainkan berbekal Ilmu, hal ini tergambar ketika Allah SWT. Menyampaikan program dihadapan makhluk langit (sekawanan malaikat) “ bahwa Allah SWT. Akan menciptakan khalifah di muka bumi”  justru makhluk langitlah  yang pertama kali protes dan demo sedemikian pedas  dengan memprogandakan hal yang paling negative (makhluk itu pasti suka merusak dan suka menumpahkan darah) dan  dengan PEDEnya para malaikat mengatakan dirinya makhluk yang paling suci dan menyatakan dirinya makhluk yang selalu bertasbih kepada alllah, sebuah alasan yang sangat logis, tetapi hal tersebut hanya di pahami oleh logika malaikat bukan logika tuhan. Apa jawab Alllah, ketika melihat demo makhluknya ini, protes dari orang yang tidak level tidak perlu dijawab dengan logika mereka cukup di pinggirkan saja, kamu itu tau apa? (inni a’lamu mala ta’lamun).
            Ternyata Adam di tunjuk sebagai khalifah untuk mengelola bumi (Al-ard) bukan mengelola langit (As-Sama’). Maka Allah memberi tahukan bahwa untuk mengelola bumi bukan dengan tahmid, taqdis, tasbih apalagi di istighosahin, jadi yang di perlukan untuk memenage bumi adalah ilmu, maka allah memberikan ilmu terlebih dahulu kepada nabi adam (wa a’llama aadamal al-asma’) itu memberi indikasi bahwa siapapun yang merasa adak Adam yang sudah dibumi mau tidak mau harus menuntut ilmu, karena kita bukan tinggal di langit .
            Selanjutnya seberapa perolehan kita terhadap ilmu tersebut ? itu di serahkan kepada kemampuan masing-masing. Jadi justru dengan ilmu inilah bumi menjadi maju bukan dengan wiridan, tapi sekali lagi ini hanya khusus pengelolaan. Akhirnya  sekawanan malaikat  itu sujud tunduk terhadap nabi adam setelah di tes oleh Allah dan dia tidak bisa menjawabnya dan  (maaf) adam bisa karena soal dan jawabanan sudah di bocorkan terlebih dahulu, dan itu wewenang tuhan. 
            Yang perlu digaris bawahi ketika adam mengalami problemnya sendiri, dideportasi dari surga, ilmunya tidak bisa mengatasi problem yang beliau di hadapi, adam di beri ilmu yang kedua yaitu bagaimana cara bertaubat (fatalaqqo adamu min robbihi kalimatin fataba alaihi) hal tersebut memberi indikasi bahwa sebuah pendidikan tidak bisa hanya mengandalkan sekedar sebuah ilmu, jika hanya ilmu yang di kedepankan maka prediksi  malaikat itu akan terwujud. Ilmu itu berpotensi merusak dan saling membunuh karena tidak di barengi dengan moral, tapi Cuma moral saja tidak bisa memajukan. Karena, pertanian, tehnologi  tidak bisa dibacakan alif lam mim,  ekonomi  tidak bisa sekedar di bacakan waqiah. Untuk itu di perlukan perpaduan antara ikhtiyar lahiriyah (ilmu) dengan spiritual batiniyah (sufistik )sehingga ilmu yang dipadukan dengan spiritual malaikat jika berada dalam diri seorang muslim untuk beribadah kepada Allah maka manusia mukmin tersebut pangkatnya jauh di banding kawanan malaikat.
            Ayat yang di kemukakan di muka tadi memberi gambaran betapa nabi Musa AS, yang congkak, merasa sebuah nabi yang hebat dan sangat sakti. Lalu dengan caranya sendiri allah SWT. Menegur  “hai musa bahwa di atas langit masih ada langit” dan siapa dia? cari saja di sini dan di sini. Itulah sebabnya nabi Musa sangat terganggu atas jawaban tuhan itu dan sangat ingin memburu siapa orang yang lebih darinya. Maka dengan tegas dia mempersiapkan bersama ajudannya untuk pergi ke tempat bertemunya dua lautan (majmaal bahrain) dengan membawa bekal  secukupnya. Setelah melewati perjalanan begitu panjang dan jauh akhirnya ketemulah dengan hamba allah yang memiliki ilmu langsung dari allah.
            Yang perlu digaris bawahi adalah sesungguhnya ilmu itu harus di buru, kita tidak bisa hanya dengan berpangku tangan seperti halnya nabi musa susah payah dengan untuk menemui sang guru. Sama dengan santri berburu tempat pendidikan yang baik dan seorang guru yang terbaik sebagaimana nabi musa memburu nabi khidir.
            Kita mengetahui bahwa tiga tes yang di ajukan nabi khidir kepada nabi musa dan ketiga-tiganya gagal, nabi musa tidak lulus tetapi meskipun begitu beliau tetap seorang nabi yang luar biasa. Dalam jurnal  Al-qur-an menunjuk khidir yang artinya hijau, karena kesaktian beliau setiap bumi yang dipijaknya menjadi subur, nama asli beliau balya bin malkan, pertanyaannya apakah beliau masih hidup sebgaaimana anggapan semua orang?
            Hal ini memang menjadi kontrofersi dikalangan ulama’ tetapi, Imam ibnu katsir dengan tegasnya  mengatakan bahwa beliau sudah wafat karena hal tersebut mengganggu eksistensi kenabian nabi Muhammad , jadi selama nabi masih eksis tidak ada nabi sebelumnya yang masih hidup, karena beliau penutup para nabi dan rosul.   
            Mudah mudahan kita bisa mendalami ilmu baik ilmu yang muktasaf dan ilmu kasaf dengan cara yang benar sesuai dengan tuntutan Allah. Amin ya rabbal a’lamin…
بَرَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأنِ الْعَظِيْمِ ,وَنَفَعَنِيْ وَاِيَّاكُمْ وَبِمَا فِيْهِ مِنَ الْاَيَةِ الْقُرْانِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ,وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَاِيَّاكُمْ اِنَّهُ سَمِيْعٌ الْعَالِم وَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَ الْغُفُوْرُ الْرَّحِيْمُ
.Oleh: KH. A. Mustain Syafi’I, M.Ag


AGAMA PUNYA SERIBU NYAWA



Judul : Agama Punya Seribu Nyawa
Penulis: komarudin hidayat
Penerbit : Noura books, Jakarta
Cetakan :  II, juli 2012
Tebal : xxv + 281
Peresensi : Muhammad ali ridho

Judul buku ini “Agama Punya Seribu Nyawa” cukup menarik perhatian orang yang membacanya, apakah memang benar Agama mempunyai 1000 nyawa ?.
Kalimat yang digunakan Prof. Komaruddin Hidayat  itu hanyalah ungkapan metaforik untuk menyatakan bahwa  ternyata sepanjang sejarah manusia Agama selalu hadir meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi modern semakin maju dan membuat gaya hidup manusia modern merasa semakin nyaman, dan semakin berkurang kebutuhannya pada Agama.
Sebelum, membuktikan pernyataan diatas, dalam bukunya Prof. Komaruddin Hidayat menjelaskan terlebih dahulu makna “Agama atau keberagamaan”. Agama mudah diucapkan dan diuraikan oleh semua orang namun sangat sulit didefinisikan oleh para ilmuawan. Maka, tidaklah mengherankan jika ditemukan begitu beragam dan uraian tentang arti “Agama” dan ‘keberagamaan” baik dalam pengertian etimologi atau terminologi. Ada pakar yang mengatakan bahwa, Agama terdiri dari kata “A” yang berarti tidak dan “Gama” yang berarti kacau, sehingga bermakna “tidak kacau” atau diistilahkan sebagai tuntunan yang melahirkan keteraturan. Sedangkan Al-Quran, menunjuk kata Ad-ddin untuk menjelaskn kata “Agama” yang mengandung arti hubungan antara dua belah pihak, yang salah satunya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.
Selanjutnya, dalam bukunya tersebut Prof. Komaruddin Hidayat menjelaskan, pada kenyataanya pada zaman sekarang sebagian orang mulai mencaci dan membenci Agama karena beranggapan bahwa Agama hanyalah sebagai sumber pertikaian, dan eksistensinya pun telah disaingi oleh iptek modern. Namun demikian, nyatanya penduduk dunia masih tetap memerlukan Agama dan menyakini adanya Tuhan. Terlebih lagi negara kita indonesia, dimana negara tidak memberikan ruang pada warganya yang tidak beragama dan tidak percaya pada Tuhan.
Oleh karena itu, Agama sampai kapanpun tidak akan pernah mati dan tidak akan mati, selama manusia masih memiliki sifat-sifat mendasar sebagai manusia itu sendiri, mulai manusia pertama hingga manusia terakhir kelak.
Buku ini “Agama Punya Seribu Nyawa” merupakan kumpulan esai  yang tercecer di media yang kemudian di terbitkan kembali oleh Naura Books,  artikel-artikel itu kemudian dikelompokkan menjadi lima  bagian. Pertama, Hakikat beragama. Kedua, Ibadah dan nilai sosial. Ketiga, Radikalisme Agama. Keempat, Dunia Islam nusantara dan yang terakhir, Agama takkan mati.
Beragam komentar tentang buku ini diantaranya yang dilontarkan oleh M. Amin Abdullah, guru besar UIN Sunan Kalijaga “Penulis melalui buku ini, menguraikan dengan jelas dan tajam tentang, Agama, apapun dan di manapun, punya kekuatan ajustibitas yang sangat tinggi terhadap lingkungan sekitar dan zaman yang dilaluinya.” buku ini juga dikomentari oleh Yudi Latif, Cendikawan muslim “buku ini melakukan penziarahan atas pengalaman keagamaan sehari-hari, memberikan refleksi kritis dan mengisahkannya kembali dalam bahasa yang sederhana dan memikat, guna menghadirkan modus beragama yang berparas bunga”.
Hemat penulis, melalui buku ini Prof. Komaruddin Hidayat  mengajak agar kita melihat Agama dengan berbagai ragam ekspresi penganutnya dalam perspektif positif dan kriris. Positif berarti menjadikan nilai-nilai Agama sebagai kekuatan progresif-konstruktif bagi kemajuan dan kemaslahatan umat manusia. Kritis  berarti menyikapi berbagai ekspresi keagamaan yang destruktif dan menyimpang dari nilai-nilai luhur agama itu sendiri agar kembali pada nilai-nilai agama yang sesungguhnya. Selain itu, bagaimana melalui buku ini Prof. Komaruddin Hidayat  juga mengajak kita untuk membincangkan persoalan-persoalan keagamaan yang sering kita jumpai sehari-hari seperti makna Agama, arti ibadah sosial, Islam Nusantara, terlebih lagi, Radikalisasi Agama. Dan Agama dapat bertahan hingga saat ini tak lain karena nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. (Resensi ini pernah dimuat di Tebuireng.org)



Minggu, 16 November 2014

PUISI Kang Ulum


Rintihan pendosa

Kau yang tak pernah menyesal
Barbeda denganku yang penuh sesal
Kau yang tak sama
Lagi berbeda dalam segala
Ampunilah
Walau dosa terulang
Ampunilah
Walau terombang-ambing
Ampunilah
Walau menggunung
Ampunilah
Walau sekali meminta
Karena Kau tak sama
Karena Kau tak menyesal
Demi ke-taksamaan-Mu
Lakukanlah….

Setetes Doaku

Cuma sampai di sini, harapku untukmu
Tapi tak pernah sampai, doaku untukmu
Tuk tenangkan malammu
Tuk hilangkan dukamu
Tuk sembuhkan lukamu

Sempurnalah dalam suka
Genaplah dalam cita
Lengkaplah dalam cinta
Cinta untukmu
Cinta darimu
Cinta cintamu

Sajak Pendosa
Dalam sepi alam di kala kelam
Sajak-sajak pendosa pun tak terdengar
Hilang semuanya dalam gelap
Di sela-sela mimpi pulas
Tangisan bocah memecah keheningan
Mengundang malaikat tuk turun melihat
Bertanya dan tak terjawab
Siapa bocah itu?, bertahun-tahun ku tatap ia
Dengan mataku
Tak ku lihat setetespun mengalir sesal dari matanya
Ia tertawa dalam gelap
Bergembira di tengah hitam
Kini menangis di lambung malam
Kenapa ia?

Iblis tertunduk lesu di bawah beringin
Mata kosong tanpa harapan menjawab
Sinar Allah memancar menembus jantung
Hingga ia tak sadar saat mata menetes
Dosa terbayang dan sesal bergelantungan
Menatap iba bocah mati di pinggir
Terseret tragis di tepi harum
Mata menetes
Hati bergetar
Duh, alangkah indah diriku jika
Mati seperti ia
Kini tetesan tak lagi ada
Ratapan pun tlah lama sirna
Hanya nisan putih tak termakan zaman
Bersih terawat dalam balutan doa

Harus
Harus…
Harus kau sendiri
Datang membasuh luka
Mengusap perih
Habiskan tisu dukamu
Tak perlu kau tahan lagi

Saat debu berlari mendatangi pusaraku
Harus kau yang ada
Harus kau yang terjaga
Karena kau harus menyambut angin
Dengan apa ia datang
Dengan siapa ia melayang
Kau harus menyapanya

Harus kau….
Saat hujan memeluk nisanku
Kau harus terjaga
Tanpa harus tersiksa
Rasakan dingin rengkuhan hujan
Rasakan senyap sapaan angin
Rasakan sesak ciuman debu

Harus kau….
Harus kau….

Dan pesanku
Dan salamku
Dan doaku
Sampaikan pada semuanya
Sampai mereka mengetahuinya
Sampai mereka menjawabnya
Sampai mereka mengamininya
Amiin…

Merdeka

Merdeka….
Jalinan huruf yang keramat
Yang membuat bangsa diakui
Yang menjadikan Negara disegani
Yang membesarkan hati anak pertiwi

Merdeka….
Tersusun dari tulang-tulang bangsa
Terbangun dari tekad membaja
Terdorong dari semangat membara
Tuk bebaskan negeri tercinta

Merdeka….
Dicapai tuk kembangkan sayap
Diraih tuh gapai esok cerah
Walau darah membanjiri tanah pertiwi
Hingga duka tak lagi terasa perih

Merdeka….
Beribu putra bangsa tersungkur
Berkubik liter darah membanjir
Berhektar bambu terpotong
Terkorbankan tuk sang pertiwi

Merdeka….
Tertulis memang selalu sulit
Tersurat akan penuh darah
Terpatri takkan pernah mudah
Tapi merdeka tetap merdeka

Merdeka….
Kata mundur terbuang jauh
Huruf-huruf ampun terpendam dalam
Yang ada hanya gelora
Yang tersisa hanyalah MERDEKA

Merdeka….
Merdeka….
Merdeka….
Kejilah orang yang menodaimu
Rendahlah orang yang merendahkanmu
Karena engkau terjunjung tinggi di pundak pahlawan
Karena engkau terkenang dalam sanubari penerus

Merdeka….
Merdeka….
Mer…de…ka…

Puisi ditulis oleh kang ulum